Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Yan Ke)
Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Yan Ke)

Jakarta, IDN Times - China, pada Jumat (21/6/2024), mengeluarkan pedoman yang mengancam hukuman mati bagi warga Taiwan yang mendukung kemerdekaan pulau tersebut. 

Menanggapi ancaman tersebut, Taiwan dengan tegas menyatakan bahwa China tidak memiliki hak untuk mengatur Taiwan. Warga Taiwan juga diharap tetap tenang dan tidak perlu takut akan ancaman ini.

"Pemerintah Beijing sama sekali tidak memiliki kekuasaan atas Taiwan, dan aturan-aturan Partai Komunis China tidak berlaku bagi rakyat kami," kata juru bicara Dewan Urusan Daratan Taiwan, dilansir dari The Guardian

1. Rincian pedoman baru

Pedoman baru ini secara resmi menyatakan bahwa tindakan yang bertujuan memerdekakan Taiwan dianggap sebagai tindak pidana. Sun Ping, pejabat dari Kementerian Keamanan Publik China, menjelaskan bahwa hukuman terberat untuk kejahatan separatisme adalah hukuman mati.

"Pedang tajam tindakan hukum akan selalu menggantung tinggi," tegas Sun.

Selain hukuman mati untuk kasus yang dianggap sangat serius, pedoman juga mencantumkan hukuman penjara 10 tahun hingga seumur hidup. Hukuman ini ditujukan bagi orang-orang yang dianggap sebagai pendukung utama kemerdekaan Taiwan.

Aturan baru ini didasarkan pada undang-undang yang sudah ada sebelumnya, termasuk Undang-Undang Anti-Pemisahan tahun 2005. Undang-undang ini mengatur perihal justifikasi China untuk menyerang Taiwan secara militer jika pulau itu mencoba memerdekakan diri.

2. Dampak terhadap warga Taiwan

Meskipun China tidak benar-benar bisa menangkap dan mengadili warga Taiwan di pulau mereka sendiri, aturan baru ini tetap bisa memiliki dampak besar. Salah satunya adalah kemungkinan warga Taiwan takut bepergian ke China atau negara-negara yang memiliki perjanjian ekstradisi dengan China.

"Pengumuman ini punya tiga tujuan yaitu, menjelaskan ke rakyat China bagaimana pemerintah melawan kemerdekaan Taiwan, menunjukkan ke dunia bahwa China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, dan menakut-nakuti orang Taiwan," kata Chang Wu-yueh, ahli hubungan China-Taiwan dari Universitas Tamkang di Taipei, dilansir dari Financial Times.

Taiwan sendiri sudah berkali-kali memperingatkan warganya agar tidak pergi ke China, termasuk Hong Kong. Peringatan ini dikeluarkan sejak China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong pada 2020.

Aturan baru ini juga bisa mempengaruhi warga negara dan perusahaan China yang berurusan dengan warga Taiwan. Mereka mungkin akan lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan orang Taiwan untuk menghindari masalah hukum.

3. Beijing tidak suka presiden baru Taiwan

China, yang menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, tidak senang dengan terpilihnya Presiden Lai Ching-te. China bahkan menyebut Lai sebagai separatis berbahaya.

Sejak Presiden Lai mulai menjabat, China telah meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan. China melakukan latihan perang tidak lama setelah Lai dilantik dan menambah patroli kapal penjaga pantai di sekitar pulau-pulau yang dikuasai Taiwan di dekat China.

Meskipun begitu, Presiden Lai telah beberapa kali menawarkan untuk berbicara dengan China, namun selalu ditolak. Lai menegaskan bahwa hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka sendiri.

Taiwan juga mengecam tindakan China ini dan menyebutnya sebagai provokasi kasar yang tidak beradab. Tindakan ini dinilai hanya akan memperburuk hubungan antara masyarakat di kedua negara. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik