Jakarta, IDN Times - Dunia sempat dibuat gempar oleh petahana Donald J Trump pada Rabu, 4 November 2020, ketika ia membuat klaim sepihak bahwa ia sudah pasti memenangkan Pilpres Amerika Serikat.
Padahal, hasil penghitungan suara hasil Pilpres AS belum rampung. Malah kini, peluang kemenangan justru terlihat semakin mendekat ke capres asal Partai Demokrat, Joe Biden.
"Saya akan membuat pernyataan pada malam ini. Sebuah kemenangan besar!" cuit Trump ketika itu.
Sontak, publik di Indonesia pun ramai-ramai merespons cuitan Trump tersebut. Mereka merasa apa yang dilakukan Trump tidak berbeda jauh dengan sikap Prabowo Subianto pada April 2019, ketika ia berlaga pada Pilpres.
Bahkan, pada 17 April 2019, Prabowo mengajak cawapresnya, Sandiaga Uno, mengumumkan kemenangannya secara sepihak. Bahkan, Prabowo sampai sujud syukur di kediamannya, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika itu, dia mengklaim lebih unggul dari rivalnya, Joko "Jokowi" Widodo dan mendapat 62 persen suara.
“Saudara sekalian saya hanya ingin memberikan update bahwa berdasarkan real count kita, kita sudah ada di posisi 62 persen. Ini adalah hasil real count, dalam posisi lebih dari 320 ribu TPS. Berarti, sekitar 40 persen. Dan saya sudah diyakinkan oleh ahli-ahli statistik bahwa ini tidak akan berubah banyak. Bisa naik 1 persen dan juga bisa turun 1 persen. Tadi detik ini, hari ini kita berada 62 persen," ungkap Prabowo yang ketika itu belum 'dirangkul' menjadi Menteri Pertahanan.
Kemiripan sikap dan pernyataan itu yang membuat publik di tanah air seolah deja vu dan dibawa kembali pada momen Pilpres pada April 2019. Bahkan, banyak warganet di tanah air yang ikut mendorong, bila Trump benar-benar kalah pemilu sebaiknya juga dijadikan Menteri Pertahanan oleh Joe Biden.
Tetapi, bisa kah dalam kultur demokrasi di AS, rival saat pemilu bisa masuk ke dalam kabinet pemerintahan? Apalagi Trump berasal dari partai yang berseberangan dengan Partai Demokrat.