Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Korea Selatan. (unsplash.com/Lauren Seo)
Ilustrasi bendera Korea Selatan. (unsplash.com/Lauren Seo)

Intinya sih...

  • Revisi undang-undang memberi kekuatan pada buruh

  • Oposisi konservatif dan dunia usaha kritik keras

  • Mayoritas publik khawatir konflik akan memburuk

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Parlemen Korea Selatan meloloskan aturan baru yang memperluas perlindungan bagi pekerja subkontrak. Keputusan ini diambil meski ada kekhawatiran dari kalangan pengusaha kebijakan tersebut bisa mengurangi daya saing bisnis dan memperburuk hubungan industrial.

Langkah ini mencerminkan perubahan signifikan dalam kebijakan ketenagakerjaan sejak Presiden liberal Lee Jae Myung menjabat pada Juni lalu. Partai Demokrat yang menguasai parlemen mendorong revisi undang-undang serikat pekerja setelah sebelumnya selalu mendapat penolakan dari pemerintahan konservatif Presiden Yoon Suk Yeol.

RUU tersebut kini tinggal menunggu tanda tangan Presiden Lee untuk disahkan menjadi undang-undang. Lee yang tengah melakukan lawatan ke Jepang dan Amerika Serikat menyatakan dukungannya terhadap regulasi baru ini.

1. Aturan baru beri kekuatan lebih untuk buruh

ilustrasi pekerja Korea Selatan (freepik.com/freepik)

Revisi Trade Union and Labor Relations Adjustment Act memungkinkan serikat pekerja dari perusahaan subkontrak mengajukan tuntutan langsung kepada perusahaan klien. Selain itu, aturan baru ini membatasi pengusaha untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat aksi mogok, serta memperluas tanggung jawab eksekutif perusahaan yang enggan terlibat dalam perundingan bersama.

RUU ini dijuluki Yellow Envelope Act, merujuk pada amplop kuning yang digunakan masyarakat untuk mengirim sumbangan kepada pekerja serikat yang harus membayar ganti rugi akibat aksi mogok.

2. Oposisi konservatif dan dunia usaha kritik keras

ilustrasi keadaan politik Korea Selatan selanjutnya (commons.wikimedia.org/Hashflu)

Pemungutan suara di parlemen sempat tertunda karena oposisi konservatif melakukan aksi penundaan semalaman. Mereka menilai kebijakan ini akan merugikan perusahaan di salah satu ekonomi terbesar Asia.

Kritik juga datang dari kalangan pengusaha internasional. James Kim, Chairman dan CEO American Chamber of Commerce in Korea, menilai aturan tersebut dapat mengurangi daya tarik investasi.

“Lingkungan kerja yang fleksibel sangat penting untuk memperkuat daya saing Korea sebagai pusat bisnis di kawasan Asia-Pasifik. Legislasi ini bisa memengaruhi keputusan investasi perusahaan Amerika yang mempertimbangkan Korea,” ujarnya bulan lalu.

3. Mayoritas publik khawatir konflik akan memburuk

ilustrasi kumpulan orang Korea Selatan (unplash.com/Alexandre Chambon)

Meski mendukung perlindungan buruh, sebagian masyarakat juga khawatir aturan ini justru memperparah hubungan buruh dan pengusaha. Survei Korea Chamber of Commerce and Industry terhadap sekitar 1.200 responden menunjukkan 76 persen meyakini amendemen ini akan memperburuk relasi antara serikat pekerja dan korporasi.

Meski begitu, Partai Demokrat dan kelompok buruh menilai UU baru ini akan menciptakan hubungan kerja yang lebih adil. Mereka juga menyebutnya sebagai langkah bersejarah untuk memperkuat hak-hak pekerja di tengah praktik kontrak kerja yang kerap merugikan buruh.

Editorial Team