Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Brandon Mowinkel)
ilustrasi bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Brandon Mowinkel)

Intinya sih...

  • DPR AS meloloskan RUU sanksi terhadap ICC dengan dukungan 243 suara dan ditolak 140 anggota, sebagai respons atas penerbitan surat penangkapan ICC terhadap PM Israel.
  • RUU memberikan sanksi kepada warga asing yang membantu upaya penyelidikan, penahanan, atau penuntutan terhadap warga AS dan sekutunya.
  • ICC menerbitkan surat penangkapan terhadap PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Gallant atas dugaan kejahatan perang di Gaza.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat meloloskan Rancangan Undang-Undang sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Kamis (9/1/2025). RUU bernama Tindakan Penangkal Pengadilan Tidak Sah ini mendapat dukungan 243 suara dan ditolak 140 anggota.

Sebanyak 45 anggota Partai Demokrat bergabung bersama 198 anggota Partai Republik mendukung RUU tersebut. Tidak ada satupun anggota Republik yang menolak RUU ini. DPR AS meloloskan RUU ini sebagai respons atas penerbitan surat penangkapan ICC terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

RUU ini akan dikirim ke Senat yang kini dikuasai Partai Republik setelah pelantikan pada awal Januari. Senat berjanji segera membahas RUU ini agar bisa ditandatangani Presiden terpilih Donald Trump saat dilantik pada 20 Januari 2025.

1. Detail sanksi dan cakupan RUU

RUU ini akan memberikan sanksi kepada setiap warga asing yang membantu ICC dalam upaya penyelidikan, penahanan, atau penuntutan terhadap warga AS dan sekutunya. Sanksi meliputi pembekuan aset properti dan penolakan visa bagi pihak yang berkontribusi secara material maupun finansial dalam upaya ICC.

Dilansir dari The Hill, RUU ini akan berlaku 60 hari setelah disahkan. Cakupan perlindungan RUU meliputi 32 negara anggota NATO dan 19 sekutu utama non-NATO termasuk Israel, Jepang, Taiwan, Australia, Korea Selatan, Filipina, dan Mesir.

"Amerika meloloskan hukum ini karena pengadilan tidak sah (ICC) berusaha menangkap perdana menteri sekutu hebat kami," ujar Brian Mast, Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR AS dari Partai Republik, dilansir Al Jazeera. 

Baik AS maupun Israel bukan penandatangan Statuta Roma yang mendirikan ICC. Namun ICC tetap memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan di wilayah negara anggotanya, terlepas dari kewarganegaraan pelaku.

2. Latar belakang surat penangkapan ICC

ICC menerbitkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada Mei 2024. Surat penangkapan tersebut terkait dugaan kejahatan perang Israel dalam konflik Gaza yang telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina sejak Oktober 2023.

Para ahli PBB menyebut metode serangan Israel di Gaza konsisten dengan karakteristik genosida. ICC memiliki wewenang menuntut kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, dan genosida yang dilakukan di wilayah negara anggotanya.

Palestina telah menjadi anggota ICC sejak 2015 setelah PBB menerimanya sebagai negara pengamat. ICC pertama kali mengumumkan penyelidikan kejahatan yang dilakukan pejabat Israel dan Hamas di wilayah Palestina pada 2019.

Jaksa ICC Karim Khan menyatakan semua keputusannya sejalan dengan pendekatan pengadilan di semua kasus. Penerbitan surat disebut bertujuan untuk mencegah kejahatan yang sedang berlangsung.

3. Kritik terhadap RUU

Puluhan kelompok hak asasi manusia mengirim surat kepada Presiden AS Joe Biden pada Mei 2024. Mereka meminta Biden menolak seruan pemberian sanksi kepada ICC yang dinilai akan merugikan para korban kejahatan perang di berbagai negara.

Dilansir CNN, RUU serupa pernah diloloskan DPR AS tahun lalu namun mandek di Senat yang saat itu dikuasai Demokrat. Trump sebelumnya pernah memberikan sanksi kepada pejabat senior ICC pada 2020 terkait penyelidikan kejahatan AS di Afghanistan. Namun, sanksi tersebut kemudian dicabut oleh Biden.

AS bersikap selektif terhadap ICC. Pemerintah AS mendukung ICC saat mengeluarkan surat penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan kejahatan perang di Ukraina. Rusia, seperti Israel dan AS, bukan anggota ICC.

Mayoritas anggota Partai Demokrat menolak RUU ini karena keprihatinan atas perang Israel di Gaza.

"Republik ingin memberikan sanksi kepada ICC hanya karena mereka tidak mau aturan berlaku bagi semua orang. Tidak ada hak internasional untuk balas dendam, dan yang kita lihat di Gaza adalah balas dendam," kata Perwakilan Demokrat Jim McGovern dari Massachusetts, dilansir NYT. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik