Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
logo Microsoft. (pexels.com/Angel Bena)
logo Microsoft. (pexels.com/Angel Bena)

Intinya sih...

  • Kronologi protes berujung penangkapan

  • Penggunaan Azure oleh militer Israel jadi sorotan

  • Microsoft luncurkan investigasi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dua karyawan Microsoft dilaporkan telah dipecat dari pekerjaannya pada Rabu (27/8/2025). Mereka dipecat setelah melakukan aksi unjuk rasa terkait hubungan Microsoft dengan militer Israel di tengah perang Gaza.

Keduanya, yang diidentifikasi sebagai Anna Hattle dan Riki Fameli, menerima pemberitahuan pemecatan melalui pesan suara. Seorang juru bicara Microsoft menyatakan pemecatan dilakukan karena adanya pelanggaran serius terhadap kebijakan dan kode etik perusahaan.

1. Kronologi protes berujung penangkapan

Aksi protes yang diorganisir oleh kelompok "No Azure for Apartheid" ini melibatkan tujuh orang pengunjuk rasa. Mereka berhasil masuk dan menggelar aksi duduk di dalam kantor Presiden Microsoft, Brad Smith, di Redmond, Washington.

Para pengunjuk rasa terdiri dari dua karyawan aktif, tiga mantan karyawan, dan dua aktivis dari luar perusahaan. Dilansir The Guardian, ketujuh orang tersebut akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian setelah menolak untuk meninggalkan lokasi.

Proses penangkapan melibatkan penggunaan sabuk pengaman seluruh badan oleh polisi untuk membawa para demonstran keluar dari gedung. Insiden seperti ini bukan yang pertama, pekan sebelumnya 20 aktivis juga telah ditangkap dalam protes serupa di sekitar gedung Microsoft.

"Jelas, ketika tujuh orang melakukan apa yang mereka lakukan hari ini, menyerbu gedung, menduduki kantor, memblokir orang lain keluar dari kantor, menanam alat pendengar, bahkan dalam bentuk yang kasar, dalam bentuk telepon seluler yang disembunyikan di bawah sofa dan di belakang buku, itu tidak baik," ujar Brad Smith, dikutip dari CNBC.

2. Penggunaan Azure oleh militer Israel jadi sorotan

Para pengunjuk rasa menuntut agar Microsoft segera memutus semua kontrak dan hubungan bisnisnya dengan pemerintah Israel. Mereka juga menyerukan agar perusahaan membayar reparasi kepada warga Palestina yang terdampak konflik.

Fokus utama dari protes ini adalah dugaan penggunaan platform komputasi awan Microsoft Azure oleh militer Israel. Sebuah investigasi gabungan oleh The Guardian, majalah +972, dan Local Call mengungkap penggunaan Azure oleh Unit 8200, badan intelijen siber Israel.

Menurut laporan investigasi tersebut, teknologi Azure diduga digunakan untuk menyimpan rekaman panggilan telepon warga Palestina dalam jumlah yang sangat besar. Pengawasan massal ini disebut mencakup warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza.

Salah satu karyawan yang dipecat, Anna Hattle, secara terbuka menuduh Microsoft terlibat dalam konflik tersebut.

"Kami di sini karena Microsoft terus menyediakan alat yang dibutuhkan Israel untuk melakukan genosida, sambil mengelabui dan salah menyesatkan pekerjanya sendiri tentang kenyataan ini," kata Anna Hattle, dikutip dari Strait Times.

3. Microsoft luncurkan investigasi

tentara Israel di Lebanon selatan. (wikimedia/IDF Spokesperson's Unit)

Menanggapi tuduhan serius ini, Microsoft telah meluncurkan investigasi. Perusahaan menunjuk firma hukum Covington & Burling LLP untuk melakukan tinjauan independen dan menyeluruh atas masalah tersebut.

Microsoft mengklaim tidak mengetahui layanannya telah digunakan untuk mengawasi dan mengumpulkan percakapan warga sipil di Gaza. Smith menambahkan bahwa sebagian besar kerja sama Microsoft dengan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) adalah dalam bidang keamanan siber.

Smith menegaskan perusahaannya tetap menghargai hak berpendapat. Namun, ia melarang keras aksi pendudukan kantor yang dianggap melanggar hukum.

Di tengah meningkatnya aksi protes, Microsoft dilaporkan telah meningkatkan langkah-langkah pengamanannya. Menurut Bloomberg, perusahaan itu bahkan telah meminta bantuan Biro Investigasi Federal (FBI) untuk melacak demonstrasi dan bekerja sama dengan otoritas lokal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team