Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Intinya sih...

  • Kabila memimpin Demokratik Kongo selama 18 tahun

  • Ada dugaan keterlibatan Kabila dengan pemberontak M23

  • Basis pendukung Kabila masih jadi ancaman pemerintahan saat ini

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pengadilan militer di Republik Demokratik Kongo (RDK) pada Selasa (30/9/2025) memutuskan vonis hukuman mati in absentia terhadap eks Presiden RDK Joseph Kabila. Sidang yang berlangsung di Kinshasa menyatakan Kabila terbukti bersalah atas tuduhan pengkhianatan, kejahatan terhadap kemanusiaan, pembunuhan, kekerasan seksual, penyiksaan, serta pemberontakan. Putusan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Joseph Mutombo Katalayi.

“Dalam menerapkan Pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum Militer, pengadilan menjatuhkan hukuman tunggal, yaitu hukuman yang paling berat, yakni hukuman mati,” ucap Katalayi, dilansir dari DW.

Selain itu, pengadilan juga menghukum Kabila membayar denda sebesar 33 miliar dolar AS (setara Rp548 triliun) kepada negara dan provinsi timur, yakni Kivu Utara dan Kivu Selatan.

1. Mempimpin Republik Demokratik Kongo selama 18 tahun

Kabila memimpin DRC selama 18 tahun setelah menggantikan ayahnya, Laurent-Desiré Kabila, yang terbunuh. Sejak 2023 ia memilih tinggal di pengasingan di Afrika Selatan, dan pada Mei 2025 sempat muncul di Goma, wilayah yang dikuasai pemberontak M23, untuk memediasi perdamaian. Kehadirannya di sana memicu kemarahan pemerintah, sementara saat ini keberadaannya tidak diketahui dan ia tidak hadir di persidangan maupun diwakili pengacara.

Pada Mei 2025, Senat RDK mencabut kekebalan hukum Kabila, yang oleh pihaknya disebut sebagai tindakan diktator. Meski kini dijatuhi hukuman mati, kecil kemungkinan otoritas RDK bisa menangkapnya dalam waktu dekat. Opsi banding masih terbuka di Mahkamah Kasasi, namun hanya bisa diajukan dengan alasan pelanggaran prosedur, bukan meninjau kembali substansi kasus.

2. Ada dugaan keterlibatan Kabila dengan pemberontak M23

Dilansir dari Al Jazeera, tuduhan utama terhadap Kabila berkaitan dengan dugaan dukungannya kepada kelompok pemberontak M23, milisi yang didukung Rwanda dan menguasai sebagian besar timur RDK pada 2025. Jaksa militer, Jenderal Lucien Rene Likulia, menuding Kabila merencanakan penggulingan Presiden Felix Tshisekedi. Tuduhan pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan juga dikaitkan langsung dengan hubungan Kabila bersama M23.

M23 sendiri dituduh melakukan kejahatan perang, termasuk eksekusi sepihak, pemerkosaan massal, dan penculikan di Kivu Utara. Para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut militer Rwanda berperan kritis dalam serangan M23, meski pemerintah Rwanda membantah terlibat.

Investigasi PBB pada awal September 2025 menilai semua pihak yang terlibat konflik berpotensi melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

3. Basis pendukung Kabila masih jadi ancaman pemerintahan saat ini

ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)

Editor Afrika di Semafor, Yinka Adegoke, menyampaikan pandangannya kepada Al Jazeera. Ia menilai Kabila selama ini menjadi duri dalam daging bagi Presiden Tshisekedi, karena basis pendukungnya masih dianggap ancaman.

Sekutu Kabila, Kikaya Bin Karubi, menyebut persidangan itu teatrikal dalam wawancara dengan program Newsday BBC, sementara pemimpin M23, Bertrand Bisimwa, menyatakan melalui X bahwa vonis ini melanggar perundingan damai. Pengamat menilai putusan pengadilan ditujukan untuk mencegah Kabila menyatukan kekuatan oposisi. Sementara itu, meski moratorium hukuman mati sudah dicabut sejak 2024, belum ada eksekusi yang dijalankan hingga kini.

Perjanjian perdamaian antara DRC dan Rwanda sempat diteken di Washington pada Juni 2025, lalu gencatan senjata dengan M23 disepakati di Qatar pada Juli. Namun, kekerasan tetap berlanjut di Kivu Utara dan Selatan, kawasan kaya mineral yang kini sebagian dikuasai M23 dan bahkan telah membentuk pemerintahan sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team