Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bantuan kemanusiaan untuk pengungsi di Tigray, Ethiopia. (Twitter.com/UN Ethiopia)
Bantuan kemanusiaan untuk pengungsi di Tigray, Ethiopia. (Twitter.com/UN Ethiopia)

Jakarta, IDN Times - Kementrian Luar Negeri Ethiopia pada Kamis (30/9/2021) mengusir tujuh pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari negaranya. Mereka diultimatum untuk meinggalkan Ethiopia dalam waktu 72 jam. Mereka diusir karena dituduh telah mengintervensi atau campur tangan dalam urusan internal. 

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengaku terkejut atas keputusan Ethiopia. Amerika Serikat (AS) mengecam pengusiran itu dan mengancam akan menjatuhkan sanksi bagi mereka yang menghalangi upaya kemanusiaan.

1. Pejabat PBB menyelidiki laporan pelanggaran pada konflik Ethiopia-Tigray

Konflik antara pemerintah federal Ethiopia dengan Tigrayan People's Liberation Front (TPLF), kekuatan politik yang ada di regional Tigray, telah berlangsung sejak November 2020.

Konflik itu memakan ribuan korban jiwa dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal sehingga kini mengungsi. Ratusan ribu orang terancam kelaparan dan puluhan ribu perempuan hamil serta anak-anak kekurangan gizi.

Dalam konflik yang mematikan itu, laporan pelanggaran kemanusiaan muncul seperti pembunuhan warga sipil, pemerkosaan massal, dan pelanggaran kemanusiaan lainnya.

Menurut Reuters, para pejabat PBB yang datang ke Ethiopia sedang bekerja sama dengan komisi hak asasi manusia yang ditunjuk negara Ethiopia. Mereka melakukan penyelidikan atas berbagai pelanggaran tersebut.

Dari tujuh pejabat PBB itu, lima orang bekerja untuk OCHA (lembaga koordinasi urusan kemanusiaan), satu pejabat dari UNICEF (lembaga bantuan anak-anak) dan satu yang terakhir adalah pejabat PBB yang bekerja untuk OHCR (lembaga komisaris tinggi untuk hak asasi manusia).

2. Blokade bantuan kemanusiaan

Sekjen Guterres terkejut atas keputusan Ethiopia yang telah memerintahkan tujuh pejabat senior PBB untuk pergi dari negara itu.

Dilansir dari BBC, Guterres mengatakan bahwa PBB telah terlibat dengan pemerintah Ethiopia dan berharap tujuh staf tersebut dapat melanjutkan pekerjaan pentingnya. Di sisi lain, selama beberapa pekan terakhir, PBB menyuarakan keprihatinan tentang blokade bantuan ke Tigray.

PBB terus mengupayakan agar bantuan kemanusiaan dapat mengakses orang-orang yang membutuhkan. Namun, dari sekitar 466 truk yang mengirim pasokan bantuan, hanya 38 truk saja yang berhasil pulang.

TPLF mengatakan, truk hanya diberi bahan bakar untuk perjalanan satu arah ke Tigray dan mengeluh karena mereka mendapatkan intimidasi di pos pemeriksaan, yang dijaga pasukan federal Ethiopia.

Di sisi lain, Ethiopia menolak tuduhan bahwa ratusan truk itu hanya diberi BBM untuk perjalanan satu arah. Pemerintah federal bahkan menuduh pekerja kemanusiaan telah membantu para pejuang TPLF. Tuduhan ini dilayangkan tanpa memberikan bukti.

Kedua kelompok yang bertikai saling menyalahkan, sebagai pihak yang melakukan blokade bantuan kemanusiaan.

3. AS ancam akan jatuhkan sanksi

Konflik Ethiopia-Tigray telah berjalan hampir selama 11 bulan. Konflik itu terjadi tidak hanya di regional Tigray, tapi sudah meluas ke regional lain di Afar dan Amhara. Krisis kemanusiaan terjadi dan ratusan ribu orang telah terancam kelaparan.

Keputusan untuk mengusir para pejabat PBB yang sedang melakukan penyelidikan membuat pemerintah AS marah. Menurut Al Jazeera, Presiden Joe Biden mengutuk langkah Ethiopia.

Sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki, mengancam akan menjatuhkan sanksi karena tidak ada kemajuan signifikan dalam konflik di negara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abiy Ahmed itu.

"Sami sangat prihatin bahwa tindakan ini melanjutkan pola oleh pemerintah Ethiopia yang menghalangi pengiriman makanan, obat-obatan, dan pasokan penyelamat lainnya kepada mereka yang paling membutuhkan," ujarnya Psaki.

Juru bicara TPLF, Getachew Reda, mengkritik keputusan pemerintah federal Ethiopia yang mengusir pejabat PBB. Dalam unggahan media sosialnya, langkah itu mencerminkan situasi yang menyedihkan tapi nyata. Dia juga menyebut PM Abiy Ahmed tidak dapat dipimping untuk menjadi pemimpin yang waras.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team