Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya pada sesi KTT G20 yang membahas soal ekonomi dan kesehatan global di La Nuvola, Roma, Italia, pada Sabtu (30 /10/2021). Presiden Joko Widodo mengajak semua negara untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. (ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Laily Rachev/am)

Jakarta, IDN Times – G20 sepakat untuk mengatasi krisis iklim dengan menghentikan pendanaan terhadap pembangkit listrik tenaga batu bara di negara miskin dan berkembang. Sejumlah aktivis mengkritik kebijakan tersebut karena tidak memberi kepastian kapan kebijakannya mulai berlaku.

Para pemimpin G20 sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat celcius di atas rata-rata pra-industri. Lagi-lagi para aktivis menyebut kesepakatan itu sebagai komitmen yang tidak jelas, karena tidak menetapkan rencana netralitas karbon.  

Dilansir Al Jazeera, sejumlah diplomat menyampaikan, pernyataan di atas merupakan hasil negosiasi alot dalam beberapa hari. G20 kini memiliki pekerjaan besar menyambut KTT iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau COP26, untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut dalam skala yang lebih luas.

1. PM Inggris dengan Inggris beda pandangan soal hasil KTT

Perdana Menteri Italia, Mario Draghi. (Instagram.com/mariodraghi_real)

Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyebut KTT G20 sebagai perhelatan yang sukses. Tapi, pemimpin Inggris dan PBB mengaku kecewa dengan hasilnya.

Menurut Draghi, deklarasi itu jauh lebih baik daripada pernyataan G20 sebelumnya. Dia mencatat bahwa komitmen menjaga ambang 1,5 derajat celcius sangat penting untuk menjaga bumi.  

“Kami mengubah batasan kami,” kata Draghi.

Perdana Menteri inggris, Boris Johnson, menyebut komitmen G20 hanya menuntaskan ‘tetesan di lautan yang memanas dengan cepat’. Ungkapan senada juga disebut oleh Sekjen PBB, Antonio Guterres.

“Saya meninggalkan Roma dengan harapan yang tidak terpenuhi. Tetapi, setidaknya harapan itu tidak terkubur. Nanti akan berlanjut ke COP26,” demikian cuit Guterres.

2. G20 memiliki tanggung jawab besar untuk atasi krisis iklim

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya pada sesi KTT G20 yang membahas soal ekonomi dan kesehatan global di La Nuvola, Roma, Italia, pada Sabtu (30 /10/2021). Presiden Joko Widodo mengajak semua negara untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. (ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Laily Rachev/am)

G20, yang mencakup Brasil, China, India, Jerman, dan Amerika Serikat, mewakili lebih dari tiga perempat penghasil emisi gas rumah kaca dunia. Inggris berharap komitmen iklim semakin diperkuat dalam G20.

Para pemerhati lingkungan dan ilmuwan telah menggambarkan COP26 sebagai ‘harapan terbaik terakhir’ dunia untuk menetapkan komitmen mengatasi krisis iklim.

Menurut PBB, menjaga ambang batas 1,5 derajat celcius merupakan strategi terbaik untuk menghadapi iklim ekstrem seperti kekeringan, badai, dan banjir. PBB juga mendesak G20 merekomendasikan emisi nol bersih pada 2050.

Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa telah menetapkan 2050 sebagai batas waktu mereka untuk mencapai emisi nol bersih. Sementara China, Rusia, Arab Saudi menargetkannya pada 2060. Tiga pemimpin dari negara itulah yang tidak menghadiri KTT secara langsung.

3. Greenpeace sebut hasil KTT G20 pengkhianatan terhadap kaum muda

twitter.com/GretaThunberg

G20 juga tidak menetapkan tanggal untuk menghapus subsidi bahan bakar fosil secara bertahap, dengan mengatakan mereka akan melakukannya dalam jangka menengah. 

Terkait emisi metana, G20 hanya berjanji untuk mengurangi emisi metana kolektif secara signifikan. Dalam pernyataan terakhir, G20 mengakui bahwa pengurangan emisi metana adalah salah satu cara tercepat, paling layak, dan paling hemat biaya untuk membatasi perubahan iklim.

Sumber-sumber G20 mengatakan, salah satu kendala negosiasi adalah pembiayaan iklim, yang mengacu pada janji 2009 oleh negara-negara kaya untuk menyediakan $100 miliar per tahun pada tahun 2020 (Rp1.426 triliun). Dana itu dialokasikan untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang mempercepat teknologi pengurangan emisi.

Direktur Eksekutif Greenpeace, Jennifer Morgan, mengatakan G20 gagal memberikan kepemimpinan yang dibutuhkan dunia.

“Saya pikir itu (hasil KTT G20) adalah pengkhianatan terhadap kaum muda di seluruh dunia,” kata dia.

Editorial Team