Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kebakaran. (unsplash.com/ Michael Held)
ilustrasi kebakaran. (unsplash.com/ Michael Held)

Intinya sih...

  • Data resmi menunjukkan mayoritas korban adalah lansia dan perempuan. Kelompok lansia paling rentan terhadap suhu ekstrem.

  • Peningkatan kematian sebesar 40 persen dibandingkan tahun 2024.

  • Gelombang panas picu kebakaran hutan terparah. Lahan seluas 373 ribu hektar dilaporkan hangus, rekor terluas sejak 2006.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Gelombang panas yang melanda Spanyol selama 16 hari telah dikaitkan dengan lebih dari 1.100 kematian. Angka tersebut merupakan perkiraan resmi yang dirilis oleh Institut Kesehatan Carlos III pada Selasa (19/8/2025).

Lembaga itu melaporkan ada 1.149 kematian berlebih yang diatribusikan pada suhu ekstrem selama periode 3 hingga 18 Agustus. Jika diakumulasi, total kematian terkait cuaca panas di seluruh negeri sepanjang musim panas ini bahkan telah melampaui 2.600 jiwa.

1. Mayoritas korban adalah lansia dan perempuan

Data resmi menunjukkan bahwa kelompok lansia menjadi yang paling rentan dalam menghadapi suhu ekstrem. Dari total korban jiwa, sebanyak 2.529 orang di antaranya berusia di atas 65 tahun.

Bahkan, 1.747 korban tercatat berusia 85 tahun atau lebih, menunjukkan kerentanan tertinggi pada kelompok usia tersebut. Berdasarkan gender, jumlah korban perempuan yang meninggal mencapai 1.579 jiwa, lebih tinggi dibandingkan laki-laki sebanyak 1.056 jiwa.

Puncak angka kematian harian terjadi pada 17 Agustus dengan 125 kasus dalam satu hari. DA News melansir, selain memperburuk penyakit bawaan, setidaknya 23 kematian disebabkan langsung oleh sengatan panas (heatstroke).

Angka kematian pada musim panas tahun ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 40 persen dibandingkan tahun 2024. Di Kepulauan Canary sendiri, otoritas setempat juga mencatat ada 51 kematian akibat suhu tinggi.

2. Gelombang panas picu kebakaran hutan terparah

Suhu panas ekstrem juga menjadi pemicu salah satu musim kebakaran hutan terparah dalam sejarah Spanyol. Lahan seluas 373 ribu hektar dilaporkan hangus, menjadikannya rekor terluas sejak pencatatan dimulai pada 2006.

Kebakaran hebat ini telah memaksa evakuasi puluhan desa serta penutupan akses jalan dan layanan kereta api. Penyelidikan menyebut banyak kebakaran dipicu oleh sambaran petir, sementara 32 orang telah ditangkap karena dugaan pembakaran sengaja.

Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, memperingatkan bahwa perjuangan belum berakhir meskipun cuaca mulai mendingin.

"Momen-momen kritis masih ada, jam-jam sulit masih tersisa," tutur Sanchez, dikutip dari TRT Global.

Besarnya skala kebakaran membuat Spanyol harus menerima bantuan internasional untuk proses pemadaman. Salah satunya adalah unit pemadam kebakaran dari Jerman yang telah dikerahkan ke wilayah Extremadura.

3. Pemerintah Spanyol salahkan perubahan iklim

Para ahli dan pejabat pemerintah sepakat bahwa pemanasan global menjadi penyebab utama di balik gelombang panas yang semakin intens. Menurut data, Eropa mengalami pemanasan dua kali lebih cepat dari rata-rata global sejak tahun 1980-an.

Menyikapi krisis ini, pemerintah Spanyol berencana menetapkan daerah terdampak sebagai zona darurat agar dapat menerima bantuan rekonstruksi. PM Sanchez juga akan mengusulkan sebuah rencana untuk menjadikan kebijakan darurat iklim sebagai kebijakan negara yang permanen.

"Kita melihat darurat iklim semakin cepat dan memburuk secara signifikan, terutama di Semenanjung Iberia, setiap tahunnya," kata Sanchez, dilansir Al Jazeera.

Kondisi serupa juga dialami negara tetangga, Portugal, yang turut berjuang melawan kebakaran hebat. Di sana, api telah menghanguskan sekitar 235 ribu hektar lahan dan menewaskan dua orang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team