Jenderal Mamadi Doumbouya awalnya berjanji tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu pasca transisi, namun konstitusi baru yang disahkan melalui referendum memungkinkan tokoh militer maju sebagai kandidat presiden dengan masa jabatan tujuh tahun. Sejumlah tokoh oposisi kuat, termasuk mantan Perdana Menteri Lansana Kouyaté dan Ousmane Kaba, dilarang ikut serta karena alasan teknis. Sementara itu, kandidat lain seperti Faya Millimono dan Aboulaye Yero Baldé dilaporkan menghadapi pembatasan akses terhadap media selama masa kampanye.
Para pengkritik menuduh pemerintahan junta membungkam suara oposisi dan menekan kebebasan sipil. Pembatasan demonstrasi publik serta penyensoran media menjadi tanda kemunduran demokrasi selama proses transisi menuju pemilu. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, memperingatkan bahwa kampanye berlangsung di bawah intimidasi politik, penahanan paksa bermotif politik, dan pembatasan kebebasan media yang berpotensi merusak kredibilitas hasil pemilu.
Seorang analis politik Guinea mengatakan bahwa langkah Doumbouya mencerminkan pola kekuasaan klasik.
“Itu buku panduan klasik. Gulingkan rezim, ubah aturan, dan kembali sebagai penyelamat,” ujarnya, dikutip dari The Voice of Africa.