Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pemilu
Ilustrasi pemilu (unsplash.com/Element5 Digital)

Intinya sih...

  • Pemilu pertama pasca transisi pemerintahan sipil

  • Pemerintahan junta dituduh membungkam oposisi

  • Doumbouya perkuat dukungan publik lewat agenda pembangunan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Warga Guinea mulai memberikan suara pada Minggu (28/12/2025), dalam pemilihan presiden pertama sejak kudeta militer yang terjadi pada 2021. Pemilu ini menandai tahap akhir dari proses transisi politik yang berlangsung selama empat tahun setelah penggulingan Presiden Alpha Condé.

Pemimpin junta, Jenderal Mamadi Doumbouya, yang kini menjabat sebagai presiden sementara, diprediksi memenangkan pemilihan dengan mudah menurut sejumlah analis politik. Kekuatan oposisi yang terus melemah selama masa transisi membuat Doumbouya menjadi kandidat paling dominan di antara delapan calon lainnya.

1. Pemilu pertama pasca transisi pemerintahan sipil

Jenderal Mamadi Doumbouya merebut kekuasaan di Guinea pada September 2021 setelah menggulingkan Presiden Alpha Condé, yang berusaha menjabat untuk periode ketiga secara kontroversial. Kudeta tersebut memicu janji pemerintahan transisi menuju sistem sipil, termasuk penyelenggaraan referendum konstitusi yang digelar pada 21 September 2025. Dalam referendum itu, sebanyak 89 persen pemilih menyetujui rancangan dasar negara baru yang menjadi dasar bagi pelaksanaan pemilu umum.

Setelah hasil referendum disahkan oleh Mahkamah Agung Guinea, pemerintahan Doumbouya mengeluarkan dekrit presiden yang menetapkan tanggal pemilu nasional pada Minggu (28/12/2025). Meski begitu, pihak oposisi mempertanyakan tingkat partisipasi pemilih dan menuding proses transisi dijalankan tanpa transparansi yang memadai.

Pakar demokrasi Afrika Barat sekaligus pendiri Afrikajom Center, Alioune Tine, menilai pemilu tersebut berlangsung dalam kondisi kebebasan sipil yang terbatas.

“Ini adalah pemilu tanpa kehadiran pemimpin oposisi utama dan dalam situasi di mana kebebasan sipil sangat dibatasi,” ujarnya, dikutip dari Associated Press.

2. Pemerintahan junta dituduh membungkam oposisi

Jenderal Mamadi Doumbouya awalnya berjanji tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu pasca transisi, namun konstitusi baru yang disahkan melalui referendum memungkinkan tokoh militer maju sebagai kandidat presiden dengan masa jabatan tujuh tahun. Sejumlah tokoh oposisi kuat, termasuk mantan Perdana Menteri Lansana Kouyaté dan Ousmane Kaba, dilarang ikut serta karena alasan teknis. Sementara itu, kandidat lain seperti Faya Millimono dan Aboulaye Yero Baldé dilaporkan menghadapi pembatasan akses terhadap media selama masa kampanye.

Para pengkritik menuduh pemerintahan junta membungkam suara oposisi dan menekan kebebasan sipil. Pembatasan demonstrasi publik serta penyensoran media menjadi tanda kemunduran demokrasi selama proses transisi menuju pemilu. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, memperingatkan bahwa kampanye berlangsung di bawah intimidasi politik, penahanan paksa bermotif politik, dan pembatasan kebebasan media yang berpotensi merusak kredibilitas hasil pemilu.

Seorang analis politik Guinea mengatakan bahwa langkah Doumbouya mencerminkan pola kekuasaan klasik.

“Itu buku panduan klasik. Gulingkan rezim, ubah aturan, dan kembali sebagai penyelamat,” ujarnya, dikutip dari The Voice of Africa.

3. Doumbouya perkuat dukungan publik lewat agenda pembangunan

Meski menuai kritik dari oposisi dan lembaga internasional, Jenderal Mamadi Doumbouya tetap memperoleh dukungan luas dari masyarakat berkat program pembangunan infrastruktur dan kebijakan anti-korupsi yang dijalankan selama empat tahun pemerintahannya. Ia resmi mendaftarkan pencalonannya sebagai presiden melalui Mahkamah Agung di ibu kota Conakry pada November 2025, disambut ribuan pendukung yang memadati jalan-jalan utama kota.

Analis politik Benedict Manzin dari firma intelijen risiko global Sibylline memperkirakan Doumbouya akan semakin memperkuat kendali politik dan militer di negaranya jika terpilih. Ia juga menilai proyek pertambangan Simandou, salah satu cadangan bijih besi terbesar di dunia, berpotensi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Guinea di bawah pemerintahan Doumbouya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team