Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
bendera Israel (unsplash.com/Taylor Brandon)
bendera Israel (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Komitmen Israel untuk terus melanjutkan perangnya di Gaza dan Lebanon menuai kritik keras dari negara-negara Eropa. Agresi Israel ini dikhawatirkan dapat memicu perang besar-besaran di kawasan Timur Tengah.

Para pemimpin Eropa telah berusaha menekan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, agar mau bernegosiasi untuk mencapai gencatan senjata. Upaya ini meliputi seruan untuk penghentian total penjualan senjata ke Israel hingga pertimbangan sanksi terhadap para menteri sayap kanan di negara tersebut.

"Hubungan Israel dengan Uni Eropa (UE) berada di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya saat ini," kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior di Program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), kepada CNN.

1. Eropa mulai frustrasi dengan sikap AS terhadap Israel

Sikap blok tersebut sangat berbeda dari posisi mereka sebelumnya. Tahun lalu, ketika pejuang Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober, yang menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan lebih dari 250 lainnya disandera, negara-negara Eropa menunjukkan dukungan penuh kepada Israel.

Namun, ketika serangan balasan Israel terhadap Hamas berkembang menjadi perang berkepanjangan, yang telah menewaskan lebih dari 42 ribu orang di Gaza, negara-negara Eropa mulai menjauhkan diri dari negara Yahudi tersebut.

Menurut para ahli, meningkatnya kritik dari Eropa terjadi ketika Amerika Serikat (AS) tidak kunjung memberikan tekanan signifikan kepada Israel menjelang pemilihan presiden pada November.

“Ada banyak rasa frustrasi, setidaknya di negara-negara Eropa Barat, terhadap cara AS mengelola diplomasi selama setahun terakhir,” ungkap Lovatt, seraya menambahkan bahwa beberapa negara UE merasa AS seharusnya berbuat lebih banyak untuk membatasi tindakan Israel.

Akhir pekan lalu, pemerintahan Joe Biden menuntut Israel untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza dalam waktu 30 hari ke depan, atau mereka akan membatasi bantuan militer ke negara itu.

Namun, kepala diplomat UE, Josep Borrell, mengkritik langkah AS dengan mengatakan bahwa terlalu banyak orang yang dapat meninggal dalam jangka waktu tersebut.

2. Kecaman meningkat usai Israel serang markas UNIFIL

Kecaman Eropa semakin meningkat setelah Israel menyerang pos-pos misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon selatan, yang mengakibatkan beberapa personelnya terluka. Misi tersebut, UNIFIL, melibatkan pasukan dari 50 negara, termasuk Spanyol, Irlandia, Italia, dan Prancis.

Maya Sion-Tzidkiyahu, direktur Program Hubungan Israel-Eropa di lembaga pemikir Mitvim di Yerusalem, mengatakan bahwa negara Eropa cenderung lebih vokal dalam melindungi tentara mereka.

Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, pada Selasa (15/10/2024) mengecam tindakan Israel di Lebanon sekaligus serangan terhadap markas UNIFIL, di mana  sekitar 1.100 tentara Italia ditempatkan.

“Kami membela hak Israel untuk hidup dalam perdamaian dan keamanan, tetapi kami menegaskan perlunya hal ini dilakukan sesuai dengan hukum humaniter internasional,” kata Meloni.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), Italia adalah pemasok senjata terbesar ketiga untuk Israel setelah AS dan Jerman. Namun, setelah dimulainya perang di Gaza, Roma menangguhkan semua izin ekspor baru dan membatalkan perjanjian apa pun yang ditandatangani setelah 7 Oktober.

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengingatkan Netanyahu bahwa negaranya dibentuk berdasarkan keputusan PBB. Ia merujuk pada Resolusi PBB 181, yang menjadi dasar bagi pembentukan Israel pada 1948.

3. Jerman tetap tunjukkan dukungan solid kepada Israel

Pemimpin Irlandia dan Spanyol termasuk yang paling keras terhadap Israel. Keduanya meminta UE untuk meninjau Perjanjian Asosiasi dengan Israel, dengan alasan bahwa negara itu telah melanggar klausul hak asasi manusia dalam kesepakatan perdagangan selama perang di Gaza.

Pekan lalu, Borrell mengatakan bahwa isu ini akan dibahas dalam Dewan Urusan Luar Negeri, karena terdapat cukup bukti untuk mendukung diskusi tersebut.

Sion-Tzidkiyahu mengatakan, perubahan pada perjanjian tersebut akan berdampak negatif bagi Israel, terutama jika perdagangan terganggu. UE merupakan mitra dagang terbesar Israel, dengan total perdagangan antara keduanya mencapai 50,7 miliar dolar AS (sekitar Rp784 triliun) pada 2022.

Inggris juga berusaha untuk menekan Israel meskipun tidak lagi menjadi anggota UE. Perdana Menteri, Keir Starmer, pada Rabu, mengatakan bahwa pemerintahnya sedang mempertimbangkan sanksi terhadap politisi sayap kanan Israel, yaitu Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.

Berbeda dengan negara Eropa lainnya, Jerman tetap menunjukkan dukungan kuat kepada Israel. Pada Rabu, kantor berita DPA melaporkan bahwa, dalam 8 minggu terakhir, Jerman telah menyetujui ekspor peralatan militer dan amunisi ke Israel senilai 33,7 juta dolar AS (sekitar Rp521 miliar), lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan sisa tahun ini.

Pada Kamis (17/10/2024), Kanselir Olaf Scholz mengatakan bahwa negaranya akan terus memasok senjata ke sekutunya tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorFatimah