Jakarta, IDN Times - Ahmed telah terjebak di Tepi Barat yang diduduki selama 13 bulan terakhir. Ia dan ribuan warga Gaza lainnya tidak dapat bergerak bebas di wilayah tersebut karena khawatir tertangkap di pos pemeriksaan Israel. Sebelum perang meletus, ia termasuk di antara sekitar 18.500 warga Gaza yang memiliki izin bekerja di Israel.
Setiap 2-3 hari sekali, ketika jaringan telepon berfungsi, Ahmed menelepon istri dan delapan anaknya, yang tinggal di kota Jabaliya, Gaza utara, di mana pasukan Israel meningkatkan serangannya sejak bulan lalu.
“Mereka tinggal di rumah mereka. Jika mereka keluar, mereka akan dibunuh, ada quadcopter (bersenjata). Mereka tidak punya makanan atau air. Mereka semua terkepung," kata Ahmed, bukan nama sebenarnya, kepada The National.
“Kami tidak membayangkan bahwa kami akan terjebak seperti ini, dalam situasi yang menyedihkan ini. Kami sedih karena anak-anak kami di Gaza, di Jabaliya. Kami tidak bisa melakukan apa pun untuk mereka," tutur pria berusia 61 tahun itu dari sebuah apartemen sederhana yang ia tinggali bersama tiga pria lainnya di Tepi Barat tengah. Mereka kini hanya bisa mengikuti berita tentang Gaza dari media sosial.