Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kerumunan orang (unsplash.com/Jezael Melgoza)

Jakarta, IDN Times - Jumlah penduduk Jepang per 1 Januari turun sebesar 861.237 atau 0,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan 2023 sebagai tahun ke-15 berturut-turut penurunan jumlah penduduk dan penurunan tahunan terbesar sejak survei Kementerian Dalam Negeri dimulai pada 1968.

Menurut data yang dirilis Kementerian pada Rabu (24/7/2024), angka kelahiran di Jepang mencapai rekor terendahnya, yakni 730 ribu pada tahun lalu. Sementara, sebanyak 1,58 juta kematian pada tahun lalu juga menjadi angka tertinggi yang pernah dicatat. Populasi Negeri Sakura itu per 1 Januari adalah 124,9 juta jiwa.

Dilaporkan The Japan Times, penurunan populasi terjadi di semua prefektur, kecuali Tokyo. Populasi di ibu kota tersebut meningkat sebesar 3.933 jiwa, atau 0,03 persen untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Populasi Jepang diproyeksikan turun sekitar 30 persen menjadi 87 juta pada 2070, saat 4 dari setiap 10 orang berusia 65 tahun atau lebih.

1. Pemerintah beri insentif untuk dorong pasangan memiliki lebih banyak anak

Survei menunjukkan bahwa generasi muda Jepang semakin enggan untuk menikah atau memiliki anak karena prospek pekerjaan yang suram, biaya hidup yang meningkat lebih cepat dibandingkan kenaikan gaji, serta budaya perusahaan yang bias gender yang hanya menambah beban pada perempuan dan ibu yang bekerja.

Dilansir Associated Press, Jepang telah mengalokasikan 5,3 triliun yen (sekitar Rp500 triliun) untuk mendanai pasangan agar memiliki lebih banyak anak, seperti meningkatkan subsidi untuk penitipan anak dan pendidikan.

Pemerintah juga diperkirakan menghabiskan 3,6 triliun yen (sekitar Rp300 triliun) dalam bentuk pajak uang setiap tahun selama tiga tahun ke depan.

Para ahli mengatakan, langkah tersebut sebagian besar ditujukan bagi pasangan menikah yang berencana untuk memiliki atau sudah memiliki anak, serta tidak mengatasi meningkatnya jumlah generasi muda yang enggan menikah.

2. Jumlah penduduk asing mencapai rekor tertinggi

Pemandangan kota Tokyo, Jepang (unsplash.com/Jaison Lin)

Data Kementerian juga menunjukkan peningkatan jumlah penduduk asing sebesar 11 persen. Jumlahnya mencapai 2,66 persen dari total populasi atau 3,32 juta per 1 Januari. Jumlah ini naik sebanyak 329.535 pada 2023. Sebagian besar dari mereka berusia kerja antara 15 hingga 64 tahun.

Jumlah tersebut menjadi kenaikan tahunan terbesar yang pernah tercatat dan total tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2013.

Seperti pada 2022, seluruh 47 prefektur mengalami peningkatan jumlah penduduk asing pada 2023, dengan Tokyo dan Osaka mencatat lonjakan terbesar kedua tahun tersebut. Di ibu kota, jumlah orang asing mencapai hampir 4,7 persen dari total populasi per Januari.

Warga Vietnam merupakan kelompok pekerja asing terbesar di Jepang, yakni sekitar 25 persen, diikuti oleh China dan Filipina.

3. Jepang butuh lebih banyak pekerja asing untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi

bendera Jepang (unsplash.com/Romeo A)

Ketika populasi domestik terus menurun, permintaan terhadap pekerja asing menjadi semakin penting bagi perekonomian Jepang. Pemerintah meluncurkan visa nomaden digital baru yang menyasar para profesional asing pada tahun lalu.

Sementara itu, pada Maret pemerintah mengumumkan bakal melipatgandakan batas jumlah orang asing yang memenuhi syarat untuk mendapatkan visa pekerja terampil menjadi 800 ribu selama lima tahun ke depan, sebagai upaya untuk memikat lebih banyak pekerja asing yang berbakat.

Mengutip Nikkei Asia, meski jumlah penduduk asing meningkat, Jepang diperkirakan masih kekurangan jumlah pekerja asing yang dibutuhkan untuk memenuhi target pertumbuhan ekonominya. Negeri Matahari Terbit tersebut akan membutuhkan 970 ribu pekerja asing dibandingkan perkiraan pada 2040 jika ingin memenuhi target PDB sebesar 704 triliun yen.

Menurut para analis, nilai mata uang Yen yang terus melemah, meningkatnya persaingan dengan negara tetangga di Asia, seperti Taiwan. Lambatnya kemajuan Jepang dalam isu gender dan sosial merupakan hambatan utama bagi negara tersebut untuk menarik lebih banyak pekerja asing.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team