Jakarta, IDN Times - Pembantaian di Burkina Faso tengah bulan lalu telah memicu kemarahan publik, sehingga menambah tekanan pada junta yang berkuasa di negara itu.
Pada 24 Agustus, afiliasi Al Qaeda, Jama'a Nusrat ul-Islam wa al-Muslimin (JNIM), melepaskan tembakan saat warga kota Barsalogho sedang menggali parit pertahanan atas perintah tentara. Kelompok kerabat korban menyebutkan bahwa sedikitnya 400 orang tewas dalam peristiwa itu, yang menjadi salah satu pembantaian terburuk dalam sejarah Burkina Faso.
Namun, otoritas militer yang mengambil alih kekuasaan pada 2022 tetap bungkam. Dalam siaran televisi pada 25 Agustus, mereka mengatakan bahwa korban tewas terdiri dari warga sipil dan tentara, namun tidak menyebutkan berapa jumlahnya.
Pastor dari Keuskupan Agung Ouagadougou, seorang anggota terkemuka komunitas Katolik, mengecam tanggapan junta tersebut.
"Terus-menerus diam dan tidak bertindak berarti berkontribusi pada kepunahan kemanusiaan di hati setiap manusia," kata Pastor Jean Emmanuel Konvolbo dalam sebuah pernyataan pada Senin (2/9/2024), dikutip dari Reuters.