Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Myanmar. (Pexels.com/Gu Bra)
Bendera Myanmar. (Pexels.com/Gu Bra)

Jakarta, IDN Times - Pasukan militer Myanmar mundur dari kota Myawaddy di perbatasan dengan Thailand setelah diserang selama berhari-hari. Penarikan itu disampaikan oleh kelompok bersenjata yang menentang junta pada Kamis (11/4/2024).

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer berhasil merebut kekuasaan pada 2021. Mereka yang menentang militer melancarkan perlawanan bersama kelompok pemberontak yang sudah ada.

1. Pemberontak merebut pos-pos militer

Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Specna Arms)

Saw Taw Nee, Juru bicara Persatuan Nasional Karen (KNU), mengatakan setelah serangan Rabu malam oleh pejuang perlawanan Karen, sekitar 200 tentara meninggalkan markas mereka di kota tenggara Myawaddy. Mereka juga didorong ke Jembatan Persahabatan No. 2 yang menghubungkan Myanmar ke Thailand.

“Secara resmi kami (berada) kendali atas kota Myawaddy sejak tadi malam. Hilangnya titik perdagangan utama dengan Thailand adalah masalah besar bagi militer,” katanya, dilansir dari CNN. 

Kota tersebut merupakan wilayah penting dan strategis. Penyeberangan perbatasan yang berada di bawah kendali junta sangat penting bagi perdagangan, terutama barang komersial dan makanan ke Myanmar.

KNU adalah salah satu organisasi bersenjata paling kuat di Myanmar. Sayap bersenjatanya telah merebut Batalyon 275, pangkalan militer terakhir yang tersisa di kota itu setelah negosiasi pasukan junta untuk meletakkan senjata gagal.

Pertarungan di perbatasan tersebut sudah berlangsung selama berhari-hari. Sejak 5 April, Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA), sayap militer KNU, dan sekutunya telah merebut pos-pos dan pangkalan militer di pinggiran. Sekitar 670 pasukan junta telah menyerah kepada KNLA menyusul serangan tersebut.

2. Militer terus kehilangan kendali di perbatasan

Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Diego González)

Penaklukkan Myawaddy oleh pasukan perlawanan menjadi kekalahan terbaru yang memalukan bagi junta. Militer saat ini banyak kehilangan kendali atas kota, pangkalan dan wilayah di seluruh negeri karena bergulat dengan kehilangan pasukan dan pembelotan massal.

Pada bulan lalu, pemberontak etnis di negara bagian Kachin utara merebut kota perdagangan utama di perbatasan dengan China, bersama dengan puluhan pos dan pangkalan. Di negara bagian Rakhine barat, Tentara Arakan baru-baru ini merebut kota-kota besar dan memperoleh kekuatan yang signifikan dalam melawan pasukan junta.

Para analis meyakini jatuhnya Myawaddy adalah titik balik, karena hal ini menggarisbawahi ketidakmampuan junta untuk membalikkan kekalahannya.

“Selangkah demi selangkah mereka hanya menyaksikan kerugian ini dan tidak mampu melakukan apa pun sebagai tanggapan. Itulah mengapa hal ini semakin menegaskan bahwa junta akan jatuh karena tidak menunjukkan kemampuan untuk membalikkan situasi secara strategis dan mendapatkan kembali inisiatif," Kim Jolliffe, peneliti independen Myanmar.

3. Warga Myanmar semakin banyak yang mengungsi ke Thailand

Bendera Thailand. (Unsplash.com/Dave Kim)

Borwornphop Soontornlekha, pengawas imigrasi di Tak, provinsi tempat Mae Sot di Thailand, mengatakan penyeberangan perbatasan di wilayah tersebut terbuka bagi warga sipil yang datang ke Thailand dari Myanmar dalam jumlah besar.

“Biasanya ada sekitar 2 ribu orang yang menyeberang ke Mae Sot dari Myawaddy setiap hari, tapi dalam tiga hari terakhir jumlahnya hampir 4 ribu setiap hari,” kata Borwornphop, dikutip dari Ruters. 

Padatnya penyeberangan di perbatasan membuat militer Thailand meningkatkan keamanan, dengan menggunakan kendaraan militer yang dilengkapi senapan mesin yang dipasang di atap.

Thailand tetap netral dalam konflik Myanmar dan mampu menerima hingga 100 ribu orang yang mengungsi akibat kekacauan tersebut. kelompok masyarakat sipil Karen Peace Support Network memperkirakan, setidaknya 2 ribu orang telah mengungsi di Myanmar akibat pertempuran terakhir antara pemberontak dan militer.

Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, sebelumnya mengatakan bahwa junta kehilangan kekuatan dan mendorong pembicaraan terbuka dengan rezim tersebut. Pada Kamis, ia memperingatkan pertempuran baru-baru ini tidak boleh meluas ke wilayah udara negaranya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team