Petugas keamanan Arab Saudi berjaga di depan Ka'bah yang kosong saat bulan suci Ramadan di Arab Saudi pada 5 Mei 2020. ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS
Karena melahirkan protes, pemerintah Arab Saudi pun merilis pernyataan resmi guna mengklarifikasi tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Seperti dilaporkan kantor berita Saudi, klarifikasi itu dikeluarkan ketika rapat kabinet yang dipimpin oleh Raja Salman pada Rabu (6/5).
Di dalamnya, pemerintah menegaskan kembali "dukungan penuh terhadap rakyat dan isu Palestina". Lebih lanjut, pemerintah Arab Saudi mengaku Palestina akan tetap menjadi perhatian.
"Masalah Palestina dulu dan sekarang tetap menjadi pokok persoalan Arab dan Muslim serta merupakan prioritas pertama bagi kerajaan sejak berdirinya dengan menolak segala langkah atau jenis pendudukan teritori Palestina, dan berdiri tegak di sisi rakyat Palestina," tulis pernyataan itu.
Pada masa 1930-an hingga 1940-an, hubungan antara warga Arab dan Yahudi di Palestina memanas. Misalnya, pada 1947 PBB mengadopsi rencana pemisahan Palestina menjadi negara Arab, Yahudi, dan pembentukan rezim khusus di bawah mandat internasional yang mencakup Yerusalem serta Bethlehem.
Setahun kemudian, Israel mendeklarasikan kemerdekaan dan menimbulkan konflik antara negara baru itu dengan sejumlah pemerintah seperti Irak dan Mesir. Arab Saudi sendiri mendukung negara-negara itu dalam melawan Israel secara finansial. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, Arab Saudi mulai membangun hubungan dengan Israel.
Contohnya pada 2019 ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terbang ke Warsawa, Polandia. The Guardian melaporkan ia bertemu dengan menteri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan dua negara Teluk lain. Tak ada perwakilan Palestina yang hadir. Topik yang dibicarakan adalah bagaimana menghentikan Iran di kawasan Timur Tengah.