Keguguran di Gaza Meningkat Akibat Serangan dan Blokade Israel

Jakarta, IDN Times - Tingkat keguguran di Jalur Gaza semakin meningkat sejak Israel memberlakukan blokade bantuan pada Maret 2025. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa lebih dari 300 perempuan di Gaza telah mengalami keguguran sejak saat itu.
“Saya sudah menantikan anak ini selama 10 tahun. Tetapi saya tidak bisa melindunginya dari kelaparan," kata Masoud, yang mengalami keguguran saat kandungannya berusia 5 bulan, dilansir dari The New Arab.
Perempuan berusia 35 tahun itu diinformasikan bahwa janinnya telah berhenti bergerak beberapa hari sebelum ia tiba di rumah sakit. Malnutrisi telah melemahkan tubuhnya hingga tidak mampu lagi mengeluarkan jasad bayi tersebut.
"Dia tinggal di dalam diriku selama dua hari. Saya bukan hanya seorang ibu yang berduka. Saya adalah tubuh yang kelaparan, hancur, menunggu pertolongan yang tidak pernah datang," tambahnya.
1. Sebagian besar ibu hamil menderita anemia dan tanda-tanda kekurangan gizi
Di Shujaiya, Razan juga mengalami keguguran saat usia kandungannya menginjak 24 minggu. Perempuan berusia 22 tahun itu telah didiagnosis menderita anemia parah beberapa minggu sebelumnya. Sayangnya, rumah sakit telah kehabisan pil zat besi, dan tak ada daging, telur, maupun sayuran yang tersedia di rumahnya.
“Saat pendarahan terjadi, saya langsung tahu. Tubuhnya tidak dapat bertahan,” ujar ibunya, Raghda.
Hanan Salha, seorang bidan yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, mengungkapkan bahwa 70 persen ibu hamil yang ditanganinya menderita anemia, tekanan darah tinggi akibat kelaparan, dan menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi yang sangat jelas.
"Setiap giliran jaga, selalu ada perempuan yang datang dalam kondisi pucat, lemah, dan mengalami pendarahan. Kami tidak bisa memberikan apa yang mereka butuhkan—bahkan suplemen zat besi paling dasar pun tidak tersedia. Kami hanya berusaha mempertahankan hidup mereka," kata Salha.