Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
poster para sandera Israel (Chenspec, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)
poster para sandera Israel (Chenspec, CC BY-SA 4.0 , via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Israel sebut pimpinan Hamas di Qatar adalah penghalang negosiasi

  • Serangan di Doha diharapkan dapat berujung pada gencatan senjata permanen

  • Israel-Hamas baru berhasil capai kesepakatan gencatan senjata dua kali

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Keluarga para sandera Israel yang ditahan di Gaza semakin gelisah setelah Tel Aviv menyerang pimpinan Hamas di Qatar. Mereka khawatir bahwa kelompok Palestina itu akan melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang mereka cintai.

Serangan pada Selasa (9/9/2025) terjadi tepat ketika upaya gencatan senjata baru di Gaza sedang berlangsung. Lima anggota Hamas dan seorang pejabat keamanan Qatar tewas dalam serangan di gedung permukiman di Doha. Sementara itu, para pemimpin senior Hamas selamat dari upaya pembunuhan tersebut.

"Mengapa perdana menteri bersikeras mengabaikan setiap peluang kecil untuk mencapai kesepakatan? Mengapa? Rakyat Israel sudah bosan dengan perang ini. Akhiri saja dan kembalikan semua orang," kata Einav Zangauker, ibu dari Matan, salah seorang sandera yang diyakini masih hidup, dikutip dari The New Arab.

1. Israel sebut pimpinan Hamas di Qatar adalah penghalang negosiasi

Kekhawatiran serupa juga dirasakan keluarga sandera lainnya yang diyakini telah tewas di Gaza. Konflik yang terus membara menghalangi mereka untuk memakamkan orang-orang yang mereka cintai secara layak.

“Saya tidak menyesal melihat orang-orang itu dihukum. Mereka semua bagian dari pihak yang melakukan pembantaian, yang merencanakan apa yang terjadi pada 7 Oktober. Namun, satu-satunya cara agar sepupu saya, Tal, bisa kembali untuk dimakamkan adalah melalui sebuah kesepakatan yang dinegosiasikan,” ungkap Udi Goren, sepupu Tal Haimi, seorang sandera yang jenazahnya masih berada di Gaza.

Beberapa jam setelah serangan di Doha, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa serangan tersebut bisa mempercepat berakhirnya perang. Dalam sebuah pesan kepada keluarga sandera, perwakilan khusus Netanyahu untuk urusan sandera, Gal Hirsch, menyatakan bahwa pimpinan Hamas di luar negeri telah menjadi penghalang tercapainya kesepakatan gencatan senjata.

Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menuntut pemerintah untuk menjelaskan bagaimana operasi IDF (militer Israel) tidak akan mengarah pada pembunuhan para sandera, dan apakah risiko terhadap nyawa mereka diperhitungkan dalam keputusan tersebut.

2. Serangan di Doha diharapkan dapat berujung pada gencatan senjata permanen

Meski sebagian kritikus menilai serangan di Doha menunjukkan Netanyahu tidak berniat mengakhiri perang dalam waktu dekat, sebagian lainnya berpendapat tindakan tersebut justru bisa menjadi awal dari berakhirnya konflik.

Amos Nadan, Direktur Moshe Dayan Center for Middle Eastern and African Studies, mengatakan bahwa serangan pada Selasa dapat dibandingkan dengan pembunuhan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, setahun yang lalu. Peristiwa itu diikuti dengan tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Lebanon dua bulan kemudian

"Di Israel, kita harus ingat bahwa mayoritas masyarakat kini mendukung diakhirinya perang dan pemulangan para sandera. Karena itu, serangan ini bisa dilihat sebagai tanda penutup perang," ujarnya.

3. Israel-Hamas baru berhasil capai kesepakatan gencatan senjata dua kali

Pekan lalu, Amerika Serikat (AS) mengusulkan kerangka baru untuk gencatan senjata Israel-Hamas. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Israel telah menyetujui ketentuan yang ada dan mendesak Hamas untuk juga menerimanya.

Menurut sumber Israel, proposal tersebut menyerukan pembebasan segera seluruh sandera di Gaza dan dimulainya perundingan untuk mengakhiri perang secara menyeluruh. Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, disebut mendesak Hamas agar merespons proposal tersebut secara positif.

Dilansir dari CNN, seorang diplomat yang mengetahui tentang perundingan tersebut mengatakan bahwa Hamas dijadwalkan memberikan jawaban pada Selasa malam, sebelum Israel melancarkan serangan ke Doha.

Selama 23 bulan perang, Israel dan Hamas hanya berhasil mencapai gencatan senjata dua kali, dengan total durasi sekitar 9 minggu. Gencatan senjata pertama terwujud pada November 2023, tetapi hanya berlangsung selama satu minggu. Gencatan senjata kedua baru tercapai pada Januari 2025, tak lama sebelum Trump kembali menjabat untuk periode keduanya.

Berdasarkan rencana tahap kedua, Israel seharusnya menyetujui gencatan senjata permanen. Namun, Israel malah melanjutkan serangannya ke Gaza pada 18 Maret, sehingga menggagalkan perundingan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team