Jakarta, IDN Times - Konflik Myanmar sampai hari ini masih menjadi isu yang belum diselesaikan oleh di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. Bukan mereda, baku tembak dan pertikaian malah kian merajalela di negara tersebut.
Konflik Myanmar pecah pada 1 Februari 2021 di mana junta militer mengkudeta pemerintahan saat itu dan menahan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, sampai hari ini.
Laos, yang menjabat sebagai ketua ASEAN, pun dirasa tak berbuat banyak selama setengah tahun ini. Setelah menerima kepemimpinan ASEAN dari Indonesia, Laos langsung menunjuk Utusan Khusus untuk Myanmar.
Ia adalah seorang diplomat karier bernama Alounkeo Kittikhoun yang mengunjungi ibu kota Naypyidaw pada pertengahan Januari 2024 dan bertemu para jenderal Myanmar.
Sementara dari Indonesia, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Lima Poin Konsensus tetap menjadi pegangan utama dalam upaya ASEAN membantu Myanmar. Hal ini dikatakan Retno pada awal Februari lalu usai menghadiri pertemuan Menlu ASEAN di Luang Prabang, Laos.
“Hasil pertemuan menlu di Laos, pertama adalah kita berkomitmen Lima Poin Konsensus (5PC) itu pegangan utama, main reference ASEAN dalam mencoba membantu Myanmar keluar dari krisis ini karena beberapa waktu sempat ada pertanyaan mengenai 5PC,” kata Retno, 6 Februari 2024.
“Kita berdiskusi dengan Laos dan Malaysia, ke depannya seperti apa. Troika ini tidak tertutup ya sifatnya. Saat kita membahas bantuan kemanusiaan misalnya saya bicara dengan Thailand, karena Thailand juga melakukan bantuan kemanusiaan melalui perbatasan tapi dengan tetap melibatkan AHA Centre,” ungkap Retno.
Selain itu, Retno juga menuturkan bahwa saat di Luang Prabang kemarin, Indonesia sudah memberikan semua catatan soal pendekatan yang dilakukan ke Myanmar kala keketuaan ASEAN dipegang Indonesia pada 2023.
“Semua contact person sudah kita berikan kepada Laos dengan harapan, mereka menyatakan secara eksplisit apa yang akan dilakukan Laos adalah kesinambungan. Karena apa yang dilakukan Indonesia juga kan awalnya dari Kamboja, kita bangun berdasarkan apa yang dibangun oleh Kamboja,” ucap Retno.
Sementara itu, dikutip dari laporan PBB, Senin (24/6/2024), setidaknya 4.600 orang telah tewas dibunuh junta militer sejak Februari 2021, termasuk ratusan perempuan dan anak-anak. Saat ini, lebih dari 20 ribu orang yang menentang militer masih mendekam di tahanan.