Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)
Judha menambahkan, jumlah kasus penipuan online scam ini semakin tinggi karena sebaran wilayahnya semakin luas.
“Yang awalnya hanya ada di Kamboja, menyebar ke Laos, Vietnam, Myanmar dan beberapa negara lain, total ada 10 negara. Bahkan kami sudah mencatatkan di luar wilayah Asia Tenggara. Kami mencatatkan kasus di Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, dan terakhir di Belarus,” tutur Judha.
Ia menambahkan, modusnya pun banyak. Judha mencontohkan yang di Myawaddy. Para korban ditawari bekerja sebagai customer service di Thailand.
Namun, begitu mereka mendarat di Don Mueang, ternyata tidak bekerja di Thailand. “Mereka dibawa jalan darat dari Don Mueang menuju ke kota Mae Sot,” terang Judha.
Kota Mae Sot merupakan kota perbatasan antara Thailand dan Myawaddy. Kemudian, mereka dibawa menyeberang secara ilegal ke Myawaddy, karena Mae Sot dan Myawaddy hanya dibatasi oleh sebuah sungai kecil.
“Dibawa menyeberang, nah begitu sampai di Myawaddy, sampai di compound perusahaan online scam, di sanalah kemudian mereka dipaksa untuk melakukan penipuan daring atau scamming. Di sana para korban tereksploitasi,” jelasnya.
Dari 6.800 kasus yang tercatat di Kemlu, mayoritas kasus terjadi di Kamboja. Tapi, kata Judha, kompleksitas kasus yang paling tinggi di Myanmar. Dan wilayah Myawaddy menjadi yang paling susah karena merupakan wilayah konflik bersenjata yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata.
Namun, ujar Judha, jumlah sebenarnya warga Indonesia yang bekerja di Myawaddy tidak pernah diketahui. “Karena mereka semuanya berangkat memang tidak sesuai prosedur dan ketika sampai di Myanmar pun mereka tidak laporan juga ke KBRI Yangon. Jadi memang tantangan saat ini adalah itu,” serunya.