Taman Nasional Gunung Kilimanjaro, salah situs UNESCO yang paling terkenal di Afrika (unsplash.com/Crispin Jones)
Direktur UNESCO, Mechtild Rössler, akhirnya angkat bicara dan menjelaskan bahwa pihaknya menyadari berbagai isu tersebut, tapi menyatakan organisasinya telah memiliki langkah positif. African World Heritage Fund "dibanggakan" dan diutamakan sebagai sumber dana dari seluruh dunia untuk membantu negara-negara Afrika. Namun, George Abungu secara keras menyanggah bahwa African World Heritage Fund tidak bisa diharapkan karena masih belum bekerja dengan efektif. Maka dari itu, upaya UNESCO untuk "menyeimbangkan" dapat dikatakan belum berhasil.
Pemerintah juga takut tidak dapat melakukan pembangunan di masing-masing negara mereka apabila beralih ke urusan situs warisan budaya Afrika. Terlebih lagi, telah diketahui bahwa banyak diantaranya yang sudah terancam dan tidak dapat diselamatkan, seperti beberapa situs di Republik Demokratik Kongo yang terpaksa "didepak" dari daftar UNESCO karena rusak akibat peperangan atau eksploitasi alam. Hal tersebut akan diperparah karena politisi-politisi Afrika masih terus sibuk mengurus kepentingannya sendiri dan mencari keuntungan semata.
Akhir kata, bantuan yang nyata dari kawasan-kawasan yang maju, salah satunya adalah Eropa, merupakan solusi terakhir. Bagi Abungu, cara untuk melindungi warisan-warisan budaya maupun alam yang berharga di Benua Afrika agar bisa dinominasikan ke UNESCO adalah kesediaan negara-negara barat untuk berinvestasi lebih ke Afrika. Di samping itu, pemerintah setempat dan generasi-generasi muda yang mewakili institusi pendidikan perlu ikut serta memberi dukungan.