Semuanya Takluk dengan Eropa, Ini 5 Kerajaan Makmur di Afrika Tengah

Afrika Tengah adalah kawasan di Benua Afrika yang tidak begitu tandus maupun didominasi oleh gurun. Sebab, di sana terdapat konsentrasi padang rumput dan hutan hujan yang sangat luas, khususnya di Republik Demokratik Kongo.
Uniknya, Afrika Tengah sebenarnya memiliki sejarah yang sangat panjang dimulai dari peradaban kuno Sao dari abad ke-6 SM yang meninggalkan warisan penting. Selanjutnya, terdapat banyak sekali kerajaan-kerajaan yang berpengaruh dan membentuk identitas banyak negeri di sana.
Apa saja kerajaan di Afrika Tengah pada masa lalu? Mari simak daftar berikut ini!
1. Kerajaan Bunyoro-Kitara

Kerajaan Bunyoro-Kitara adalah monarki terkuat di kawasan Afrika Tengah pada masanya yang berkembang pesat mulai dari abad ke-16 M. Berlokasi di dekat Danau Victoria di Uganda, kerajaan ini sebenarnya didirikan oleh bangsa luar yang memanfaatkan kesempatan setelah pecahnya Kekaisaran Kitara.
Bangsa Bunyoro imigran ini adalah peternak yang kemudian berprofesi sebagai petani dengan komoditasnya antara lain pisang, singkong, ketela, dan lain sebagainya. Bangsa ini berbahasa Nyoro, salah satu bahasa suku besar Bantu di kawasan Uganda.
Kerajaan Bunyoro-Kitara sukses meluaskan wilayah hingga sekitar tahun 1800 ketika Buganda, negeri tetangganya, mulai mengancam kedaulatannya. Raja terakhir Bunyoro digulingkan oleh pasukan kolonial Inggris pada akhir abad ke-19 dan seluruh wilayahnya menjadi protektorat Inggris Raya.
2. Kerajaan Kongo

Kerajaan Kongo yang telah ada sejak abad ke-14 berlokasi di pantai barat kawasan Afrika Tengah (sekarang Angola dan Republik Demokratik Kongo). Beribukotakan di M'banza-Kongo (bermakna 'rumah para raja'), kerajaan ini cepat berkembang setelah menaklukan banyak daerah disekitarnya.
Kongo semakin makmur berkat perdagangan gading, tembaga, dan kulit ternak. Ada pula pertumbuhan sektor pekerja seni seperti perajut kain raffia , pembuat tembikar, dan pandai besi.
Kerajaan tersebut memiliki sebuah ciri khas yaitu penggunaan kerang spiral yang dikenal sebagai nzimbu dari Luanda, sebagai mata uang perdagangan. Ekonomi Kongo semakin melejit setelah kedatangan pedagang Portugis pada abad ke-15 yang membawa barang-barang mewah, seperti sutra, keramik Cina, cermin kaca, dan manik-manik dari kaca.
Ketika pengaruh Eropa semakin kuat, raja-raja Kongo mulai memeluk agama Kristen dan pembangunan gereja banyak dilakukan. Namun, mereka tidak berhubungan baik dengan bangsa Eropa.
Kerajaan ini mulai menderita sejak abad ke-16, saat terjadi beragam permasalahan internal maupun eksternal yang menyebabkan perpecahan negara. Pada awal abad ke-20, seluruh wilayah Kongo akhirnya dikuasai oleh Portugal.
3. Kerajaan Luba

Kerajaan Luba berdiri pada abad ke-16 M di kawasan yang subur, yaitu hutan hujan tropis dan padang rumput di dekat Danau Upemba (sekarang di Provinsi Haut-Lomami, Republik Demokratik Kongo). Kerajaan ini melakukan ekspansi besar-besaran pada abad ke-18 dan menaklukkan banyak suku dan kerajaan lainnya.
Kemakmuran Kerajaan Luba sebenarnya disebabkan oleh kesuburan tanahnya yang menghasilkan komoditas ekspor pertanian, seperti jawawut, tebu, kacang-kacangan, ubi, pisang, dan sorgum. Beberapa daerah juga menjadi industri perikanan air tawar, peternakan babi, dan sapi Ankole yang bertanduk panjang.
Selain itu, kerajaan ini juga terkenal dengan pembuatan tembikar, penganyam keranjang, serta produksi bir palem dan perhiasan dari tembaga. Negeri yang sangat makmur ini berdagang dengan bangsa-bangsa lain di kawasan hutan hujan Afrika Tengah, pesisir pantai timur Afrika, dan daerah selatan Afrika (seperti Zimbabwe).
Namun, kekayaan dan kejayaan tersebut tidak lagi dapat dinikmati oleh penguasa Luba setelah kedatangan tentara Eropa sejak abad ke-19. Wilayah Luba dan sekitarnya dianeksasi ke negara koloni Kongo Belgia pada awal abad ke-20.
4. Kerajaan Lunda

Lunda adalah kerajaan bangsa Bantu yang resmi berdiri pada awal abad ke-16 dan berlokasi di sekitar Sungai Kasai (sekarang di Angola dan Republik Demokratik Kongo). Monarki ini sebenarnya didirikan oleh orang-orang Luba dari barat, sehingga struktur politik, seni, dan budaya Lunda banyak terpengaruh olehnya.
Kerajaan ini berdagang dengan bangsa Arab dan juga orang-orang Portugis sejak abad ke-17. Gading menjadi komoditas ekspor andalan, sedangkan barang-barang yang diimpor berupa pakaian dan senjata api. Pada sekitar tahun 1850, kerajaan ini sukses mencapai puncak kejayaannya.
Namun, Lunda akhirnya diserang dan dikuasai oleh bangsa Chokwe yang bertetangga dengannya. Pada akhir abad ke-20, pasukan Portugis dan Belgia tiba dan kemudian membagi wilayah Lunda untuk kedua negara tersebut.
5. Kerajaan Bagirmi

Kerajaan Bagirmi adalah negeri tua di bagian selatan Danau Chad yang berdiri pada abad ke-16 M. Ibukota negeri ini adalah Massenya yang berlokasi di Provinsi Chari-Bagirmi dan dekat dengan Sungai Chari. Monarki ini secara resmi mengadopsi agama Islam pada pemerintahan Abdullah di tahun 1600.
Kerajaan tersebut semakin kaya pada abad ke-17 karena perdagangan budak dengan negara-negara di sekitarnya. Di samping itu, pada abad ke-19, Bagirmi menjadi pusat penting kerajinan dan komersial dengan kain tenun lokal sebagai komoditas ekspornya.
Pada tahun 1894, ibukota Bagirmi dijajah dan ditaklukkan oleh pasukan Rabih az-Zubayr, seorang pemimpin militer dari Sudan. Wilayah kerajaan ini akhirnya diambil alih oleh Prancis setelah serangkaian perjanjian pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Walau berjaya selama bertahun-tahun, kerajaan-kerajaan di atas ternyata jarang diketahui oleh masyarakat luas. Kemungkinan, nama mereka seakan hilang tanpa jejak karena terhapus oleh kolonialisme.