ilustrasi pemandangan Bumi dari luar angkasa (pexels.com/SpaceX)
Selain bulan, orbit rendah Bumi (LEO) juga jadi titik krusial dalam persaingan. AS khawatir gagal mempertahankan dominasinya, apalagi jika jumlah astronot mereka di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menurun dari empat menjadi hanya dua atau tiga. Mike Gold memperingatkan, bisa saja untuk pertama kalinya jumlah astronot China melampaui Amerika.
China semakin kuat dengan stasiun luar angkasa Tiangong yang didukung misi pasokan seperti Tianzhou-9. Jika ISS berhenti beroperasi pasca-2030 dan AS tidak memiliki pengganti, mitra internasional bisa berpaling ke Beijing. Hal ini tentu akan melemahkan diplomasi luar angkasa dan posisi strategis Amerika.
LEO bukan sekadar orbit, tapi fondasi untuk misi ke bulan dan Mars. Jika AS lengah di sini, China bisa meraih keunggulan besar, baik dalam teknologi maupun geopolitik. Itulah sebabnya Washington kini semakin waspada menghadapi langkah ambisius China.
Pada akhirnya, persaingan luar angkasa antara AS dan China bukan hanya soal siapa yang lebih dulu menancapkan bendera di bulan, melainkan siapa yang mampu menguasai arah teknologi, politik, dan tata kelola global di masa depan. Langkah cepat China membuat Washington harus bergerak lebih hati-hati agar tidak kehilangan pengaruh yang sudah lama mereka pegang. Perlombaan ini pun kian jelas menjadi bagian dari perebutan supremasi abad ke-21, dengan bulan sebagai panggung utama.