Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

NASA Larang Warga China Bergabung di Programnya

logo NASA. (unsplash.com/Jametlene Reskp)
logo NASA. (unsplash.com/Jametlene Reskp)
Intinya sih...
  • Persaingan sengit terkait antariksa antara AS dan China.
  • Meningkatnya sentimen anti-China di pemerintahan Trump.
  • Kebijakan NASA ini menuai kritik dari beberapa pakar karena dianggap sebagai bagian dari paranoia anti-China yang berlebihan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) melarang warga negara China dengan visa AS untuk berpartisipasi dalam program-programnya. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 5 September dan langsung memutus akses mereka ke semua fasilitas NASA, baik secara fisik maupun siber.

Langkah ini diambil untuk menjaga keamanan program antariksa nasional AS. Juru bicara NASA, Bethany Stevens, telah mengonfirmasi kebijakan tersebut.

"Kami telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keamanan pekerjaan kami," tutur Stevens, dilansir The Guardian pada Kamis (11/9/2025).

1. Persaingan sengit menuju Bulan dan Mars

Keputusan NASA ini tidak terlepas dari persaingan antariksa yang semakin memanas antara AS dan China. Kedua negara kini bersaing untuk menjadi yang pertama mendaratkan kembali manusia di Bulan dalam dekade ini.

AS melalui program Artemis menargetkan pendaratan awak pada 2027. Sementara itu, China yang programnya dinilai lebih tepat waktu, menargetkan misi serupa pada 2030.

Penjabat Administrator NASA, Sean Duffy, bahkan menyebut program antariksa China sebagai operasi militer. Ia khawatir AS akan tertinggal jika tidak bertindak tegas.

"China ingin kembali ke bulan sebelum kita. Itu tidak akan terjadi. Amerika telah memimpin di bidang luar angkasa di masa lalu, dan kita akan terus memimpin di bidang luar angkasa di masa depan," kata Duffy, dilansir Strait Times.

Persaingan ini juga meluas hingga ke Mars. China berambisi menjadi yang pertama membawa pulang sampel dari permukaan Planet Merah pada 2031.

2. Meningkatnya sentimen anti-China di pemerintahan Trump

Larangan ini muncul di tengah menguatnya sentimen anti-China di Washington. Kebijakan di berbagai lembaga federal AS semakin mencerminkan retorika politik yang lebih keras terhadap China, terutama sejak era pemerintahan Presiden Donald Trump.

Di Kongres AS, tengah digodok berbagai RUU yang bertujuan membatasi kolaborasi ilmiah dengan China. Bahkan, ada upaya untuk menghidupkan kembali "China Initiative", sebuah program kontroversial yang sebelumnya dihentikan karena tuduhan melakukan disriminasi rasial, dilansir SCMP.

Senator Ted Cruz menjadi salah satu suara paling vokal yang menyuarakan kekhawatiran ini. Menurutnya, dominasi China di luar angkasa akan menjadi ancaman bagi AS.

"China berinvestasi besar-besaran untuk program antariksa, mempertahankan kehadiran permanen di orbit rendah Bumi, dan berupaya menancapkan benderanya di bulan pada tahun 2030," kata Cruz.

3. AS berisiko kehilangan talenta berharga

Kebijakan NASA ini menuai kritik dari beberapa pakar. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari paranoia anti-China yang berlebihan dan dapat merugikan AS sendiri.

Pengamat berpendapat bahwa NASA justru berisiko kehilangan akses terhadap talenta-talenta terbaik dunia. Kontribusi dari ilmuwan dan peneliti unggul dinilai sangat berharga, terlepas dari kewarganegaraan mereka.

Sebelumnya, warga China yang tidak berafiliasi dengan pemerintah atau perusahaan negara masih diizinkan berkontribusi. Mereka terlibat sebagai kontraktor, mahasiswa pascasarjana, hingga ilmuwan di universitas yang bekerja sama dengan NASA.

Gregory Kulacki dari Union of Concerned Scientists menyarankan pendekatan yang berbeda. Menurutnya, kerja sama antariksa internasional seharusnya menjadi prioritas, bukan hanya persaingan, terutama di orbit rendah Bumi yang semakin padat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

TOP 5: Prabowo Urutan ke-3 Pidato di PBB hingga Pendukung Trump Tewas

12 Sep 2025, 05:27 WIBNews