Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif. (The Trump White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Greenland memiliki otonomi luas dari Denmark sejak 2009. Pulau ini berhak menggelar referendum kemerdekaan kapan saja. Mayoritas penduduk Greenland mendukung kemerdekaan, namun masih terbagi soal waktu yang tepat karena kekhawatiran dampak ekonomi.
Pemerintah Denmark merespons ambisi Trump dengan langkah strategis. Denmark mengumumkan peningkatan besar anggaran militer untuk Greenland pada Desember 2024. Keluarga kerajaan Denmark bahkan merombak lambang kerajaan, memperbesar simbol beruang kutub Greenland sebagai tanda komitmen mereka.
Beberapa politisi Greenland membuka opsi kerja sama khusus dengan AS. Mereka mengusulkan model hubungan mirip Kepulauan Marshall, di mana Greenland berdaulat namun mendapat dukungan finansial AS. Namun, mantan PM Greenland Kuupik V. Kleist menolak keras opsi ini dengan mengingatkan perlakuan AS terhadap penduduk asli Amerika.
Menteri Luar Negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen menyiratkan peluang untuk kompromi. Denmark terbuka memperkuat kerja sama dengan AS di Greenland, namun menolak keras penjualan pulau tersebut. Ia menegaskan Greenland akan merdeka sesuai aspirasi rakyatnya, bukan menjadi negara bagian AS.
Sebagian warga Greenland sendiri tidak menyetujui proposal Trump. Misalnya, seorang kapten kapal nelayan di pemukiman Kapisillit menyatakan Trump boleh berkunjung, namun Greenland milik rakyatnya. Pemuka gereja setempat, Kaaleeraq Ringsted, juga menganggap bahasa Trump tidak bisa diterima dan mempertegas Greenland bukan untuk dijual, dilansir BBC.