Presiden AS Jimmy Carter berjabat tangan dengan seorang perwira Angkatan Udara AS saat keberangkatannya dengan "Marine One" (helikopter Sikorsky VH-3D Sea King), di Pangkalan Angkatan Udara Andrews, Maryland (AS), pada tahun 1980.(U.S. DefenseImagery photo VIRIN: DF-SC-82-05446, Public domain, via Wikimedia Commons)
Salah satu alasan utama mengapa hal ini unik bagi AS terletak pada struktur pemerintah federalnya. Sistem ini memungkinkan cabang eksekutif dan legislatif dikendalikan oleh partai berbeda, yang awalnya dirancang untuk mendorong kompromi, namun kini justru menimbulkan kebuntuan.
Kondisi ini diperkuat oleh keputusan penting pada 1980, ketika Jaksa Agung di bawah pemerintahan Jimmy Carter menafsirkan Anti-Deficiency Act (1884) secara ketat. Hukum tersebut sebenarnya melarang pengeluaran tanpa persetujuan Kongres, namun selama hampir satu abad, pemerintah masih mengizinkan pengeluaran penting tetap berjalan saat ada jeda anggaran.
Sejak interpretasi baru itu, berlaku prinsip “no budget, no spending” tanpa anggaran, maka seluruh belanja dihentikan. Keputusan ini membedakan AS dari negara demokrasi non-parlementer lain seperti Brasil, di mana cabang eksekutif memiliki kekuatan untuk mempertahankan operasional pemerintahan meski terjadi kebuntuan politik.