ilustrasi perang (Unsplash.com/Hasan Almasi)
Chechnya adalah sebuah wilayah yang dekat dengan negara Georgia. Wilayah ini berada di barat daya Rusia. Ketika orang-orang Cechnya dipindahkan dari tanah airnya, banyak masjid yang dihancurkan. Pada 1978, otoritas Soviet yang komunis baru mengizinkan masjid kembali didirikan.
Menjelang runtuhnya Soviet, para tokoh Chechnya melakukan protes terutama status kedaulatan republik. Pada November 1990, Chechnya bersama Ingush mendeklarasikan kedaulatan sebagai sebuah negara merdeka. Dzhokhar Dudayev memenangkan pemilihan presiden pada 1991 dan menyatakan Chechnya merdeka dari Rusia.
Pada 1994, ketika tentara Rusia dikerahkan ke Chechnya, wilayah itu sudah memilih mengadopsi konsitusi negara sekuler independen, dipimpin presiden dan parlemen. Alfabet Latin juga telah diperkenalkan.
Rusia tidak mau Chechnya merdeka dan Presiden Boris Yeltsin memerintahkan tentaranya untuk menduduki wilayah tersebut. Perang kemudian terjadi selama 20 bulan. Gedung-gedung di Chechnya hancur berantakan akibat serangan bom dan artileri berat.
Menurut Deutsche Welle, selama perang itu, tidak ada angka akurat mengenai jumlah pasti korban tewas. Tapi puluhan warga sipil tewas dan banyak muslim Chechnya yang tinggal di kamp pengungsian sampai puluhan tahun kemudian.
Meski perang itu dimenangkan oleh Rusia, tapi muslim Chechnya melakukan perlawanan yang sengit, yang sesekali memukul mundur tentara Rusia. Banyak juga para jihadis asing yang datang ke Chechnya, membantu perjuangan wilayah itu. Pada tahun 1996, pasukan Rusia mundur dari Chechnya.
Pada 1997, perjanjian damai dibuat tapi masalah kemerdekaan belum menemukan solusi yang pasti. Tahun-tahun berikutnya, gerakan gerilya Chechnya terus mengganggu Rusia, dengan aksi penyanderaan dan sabotase.
Tapi di Chechnya, permusuhan juga terjadi di antara mereka sendiri.
Jihadis asing yang seperti dari Saudi dengan ideologi muslim puritan atau lebih dikenal sebagai Wahabbisme, dilansir Al Jazeera, bertentangan dengan tradisi sufi Chechnya. Akhmad Kadyrov, mufti tertinggi Chechnya, melihat pandangan eksremis sebagai ancaman bagi gerakan perjuangan Chechnya.
Kadyrov yang dulu menyatakan perang melawan tentara Rusia, kini berubah arah. Dia berpihak pada tentara Rusia.
Pada 1999, seorang mantan perwira KGB yang tidak terlalu terkenal, Vladimir Putin, menjadi Perdana Menteri Rusia. Tak berapa lama kemudian, darah tertumpah kembali di Chechnya, sebuah provinsi kecil yang terkunci daratan. Kadyrov ikut bertempur di sisi pasukan Rusia tersebut