Warga Palestina terlihat melalui rumah yang rusak saat mereka berkumpul setelah serangan udara Israel, akibat konflik Israel-Palestina, di selatan Jalur Gaza, Rabu (12/5/2021). (ANTARA REUTERS / Ibraheem Abu Mustafa/aww.)
Penggerebekan tengah malam, seperti yang dirasakan keluarga Mahmoud, merupakan salah satu cara yang dilakukan tentara Israel untuk meneror warga Palestina. Yang meresahkan adalah insiden seperti itu terjadi di rumah mereka sendiri.
Addameer, kelompok HAM Palestina, menyebut aparat Israel ingin membangun kesan, bahkan di ruang teraman sekali pun warga Palestina tidak akan bisa tidur tenang. Sejauh ini, ada lebih dari 4.500 tahanan Palestina yang mendekam di penjara Israel.
Skala kekerasan sepanjang 2021 semakin meningkat. Bukan hanya perusakan properti, tapi interogasi di lapangan, penghinaan verbal, hingga serangan fisik.
Pada 25 November, serangan serupa terjadi di rumah Ali Nassar di Desa Silwad, sebelah timur Ramallah. Ali yang berusia 62 tahun itu bersama putranya, Imad dan Shehadeh, dipukuli tentara Israel.
Imad ditangkap tentara Israel pada tiga kesempatan terpisah sejak dia berusia 16 tahun. Dia bercerita, selama interogasi, dia didorong ke dinding dan dipukuli tentara.
"Ayah dan saudara laki-laki saya tidak bisa berdiri, mereka hanya menonton dan mencoba membantu saya, tapi tentara malah memukuli kami semua,” ungkap dia.
Setelah dipukuli, Imad dibawa ke salah satu ruangan. Dia mendengar penuturan komandan batalion Israel kepada rekan-rekannya.
“Kami tidak datang untuk menangkap siapa pun atau melakukan pencarian, kami datang untuk memukuli mereka dan pergi,” kata Imad, menirukan ucapan komandan batalion Israel.
“Mereka tidak mengajukan satu pertanyaan pun kepada kami, dan mereka tidak menggeledah rumah. Mereka hanya memukuli kami dan pergi, persis seperti yang dikatakan petugas,” sambung Imad.