Jakarta, IDN Times – Kampanye pemilihan presiden (pilpres) Filipina kini memasuki tahap akhir, di mana dua kandidat terdepan yakni Ferdinand Marcos Jr dan pesaing utamanya Leni Robredo akan bersaing pada 9 Mei mendatang. Marcos Jr, putra seorang mantan diktator selama dua dekade di negara itu, digadang-gadang akan unggul melawan wakil presiden petahana, Robredo.
Meski begitu, jeritan warga dari korban kediktatoran sang ayah seolah masih terbekas di ingatan warga Filipina. Hal itu dirasakan oleh Cristina Bawagan, mantan tahanan politik rezim Marcos. Ia khawatir, hal yang sama akan terulang jika putra mendiang diktator akan menang dalam kursi kepresidenan pada minggu mendatang.
Ia mengungkap kepada Reuters bagaimana kala ia ditangkap, disiksa, dan dilecehkan secara seksual oleh tentara selama era darurat militer yang brutal di bawah kediktatoran Ferdinand Marcos senior. Bawagan merasa perlu untuk menceritakan kisahnya.
"Sangat penting mereka melihat bukti utama bahwa itu benar-benar terjadi," kata Bawagan sambil menunjukkan gaun bermotif yang robek di bawah garis leher, di mana penyiksanya mengayunkan pisau di dadanya dan membelai payudaranya.
Marcos senior memerintah sejak 1965 hingga 1986, di mana hampir setengah masa jabatannya berada di bawah darurat militer. Selama waktu itu, 70 ribu orang dipenjara, 34 ribu disiksa, dan 3.240 dibunuh, menurut data Amnesty International.