Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kim Jong Un dan Menteri Pertahanan Rusia berpartisipasi dalam serangkaian upacara resmi untuk merayakan peringatan 70 tahun Hari Kemenangan dalam Perang Pembebasan Tanah Air Besar. (Mil.ru, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)
Kim Jong Un dan Menteri Pertahanan Rusia berpartisipasi dalam serangkaian upacara resmi untuk merayakan peringatan 70 tahun Hari Kemenangan dalam Perang Pembebasan Tanah Air Besar. (Mil.ru, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Kim Jong Un memimpin uji coba drone serbaguna dan kendaraan pengintai tanpa awak.

  • Drone dianggap senjata murah yang bisa menghasilkan efek besar.

  • Adanya riset yang berkolaborasi dengan AS dan Korsel.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menjadikan kecerdasan buatan (AI) sebagai prioritas utama untuk mendorong kemajuan teknologi senjata canggih dan memperkuat kekuatan drone negaranya. Saat kunjungan ke Kompleks Teknologi Penerbangan Tak Berawak di Pyongyang pada Kamis (18/9/2025), ia memimpin uji coba drone serbaguna dan kendaraan pengintai tanpa awak. Kim menyampaikan bahwa teknologi AI harus dikembangkan cepat untuk memperkuat sistem persenjataan tak berawak.

Kim juga meminta agar kapasitas produksi drone diperluas secara signifikan. Korean Central News Agency (KCNA) melaporkan bahwa uji coba itu menunjukkan keunggulan tempur drone taktis seri Kumsong, dengan Kim mengaku puas atas hasilnya. Foto yang dirilis KCNA memperlihatkan drone lepas landas dan menghancurkan target, memperlihatkan ketajaman teknologi militernya.

1. Kemajuan teknologi drone Korea Utara

Dilansir dari Chosun Daily, uji coba pekan ini menampilkan drone pengintai strategis yang bentuknya mirip dengan Global Hawk milik Amerika Serikat (AS), serta sejumlah perangkat bersenjata tanpa awak lain. Kim mempelajari langsung kinerja drone serang taktis dan menandatangani dokumen penting untuk memperluas potensi teknis Aliansi Teknologi Penerbangan Tak Berawak. Langkah ini menunjukkan keseriusan Pyongyang dalam memajukan teknologi drone sebagai senjata masa depan.

Menurut analis Hong Min dari Institut Korea untuk Penyatuan Nasional di Seoul, Kim memandang drone sebagai senjata murah yang bisa menghasilkan efek besar.

“Drone menimbulkan kekhawatiran karena mereka menawarkan biaya rendah, ancaman efisiensi tinggi” ujarnya dikutip dari Asharq Al-Awsat.

Ia menilai kemampuan misi otonom, akurasi tinggi, dan potensi produksi massal menjadikan drone sebagai senjata strategis yang bisa meningkatkan fleksibilitas militer Korea Utara.

2. Ada riset yang berkolaborasi dengan AS dan Korsel

ilustrasi persiapan amunisi militer (pexels.com/Art Guzman)

Dilansir dari Al Jazeera, kekuatan militer Korea Utara saat ini mencakup rudal balistik dan jelajah dengan hulu ledak nuklir, persediaan senjata nuklir yang terus bertambah, serta program satelit pengintai yang semakin aktif. Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) menyebut negara ini memiliki sekitar satu juta pasukan aktif dan lebih dari tujuh juta cadangan dari total populasi 25,6 juta jiwa. Pada Mei 2025, DIA menilai Korea Utara berada di posisi strategis terkuat dalam beberapa dekade terakhir.

Meski perkembangan AI di Korea Utara belum jelas, laporan dari kelompok analisis independen 38 North menemukan adanya riset kolaboratif lintas batas.

Negara ini disebut terlibat penelitian AI bersama akademisi dari Amerika Serikat, China, dan Korea Selatan meski terhimpit sanksi internasional. Ketergantungan besar pada China menandakan bahwa Pyongyang berusaha mengejar ketertinggalannya dalam perlombaan AI global.

3. Hubungan Korut dan Rusia makin erat

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) mengadakan pembicaraan dengan Ketua Dewan Negara Korea Utara, Kim Jong Un (kiri), di Vladivostok, tepatnya di Pulau Russky pada 25 April 2019. (The Presidential Press and Information Office, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Kedekatan Korea Utara dengan Rusia semakin kuat, terutama setelah Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani pakta pertahanan pada tahun lalu. Menurut laporan lembaga pemikir Jerman, Pyongyang telah memasok senjata senilai hampir 10 miliar dolar AS (setara Rp166 triliun) dan mengirim puluhan ribu tentara ke medan perang Ukraina.

Sebagai gantinya, Korea Utara menerima kompensasi antara 457 juta hingga 1,19 miliar dolar AS (setara Rp7,58-19,7 triliun), berupa makanan, bahan bakar, sistem pertahanan udara, dan kemungkinan jet tempur.

Badan intelijen Korea Selatan dan Barat menyebut lebih dari 10 ribu tentara Korea Utara dikirim ke Rusia pada 2024, terutama ke wilayah Kursk. Seoul melaporkan bahwa sekitar 600 tentara tewas dan ribuan lainnya terluka, sementara pasukan yang bertahan memperoleh pengalaman tempur modern, termasuk penggunaan drone di medan perang. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperkuat efektivitas tempur Korea Utara di masa depan.

Kunjungan Kim ke Beijing pada awal September bersama Presiden China Xi Jinping dan Putin juga menandakan ambisi Korea Utara untuk memperkuat posisinya secara global. Ia mengecam latihan militer bersama Amerika Serikat dan Korea Selatan, menyebutnya sebagai latihan perang agresi terhadap negaranya. Dinamika ini menambah bukti bahwa Pyongyang terus berupaya memperluas pengaruh militer dan geopolitiknya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team