Korut Alami Lonjakan Pertumbuhan Ekonomi Berkat Bantuan Rusia

- Pertumbuhan ekonomi Korut didorong industri manufaktur dan pertambangan
- Korut memperoleh keuntungan besar dari perang Rusia-Ukraina
- Korut tidak lagi aktif terlibat diplomasi dengan Korsel dan AS
Jakarta, IDN Times - Bank Sentral Korea Selatan (Korsel) (BOK) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Korea Utara (Korut) melonjak hingga 3,7 persen pada 2024. Angka ini menjadi pertumbuhan tertinggi Korut dalam 8 tahun terakhir.
Pertumbuhan ekonomi Korut didorong oleh penguatan hubungan militer dan perdagangan dengan Rusia menyusul perang Rusia-Ukraina. Pada akhir Juli, Korut sudah mengekspor sejumlah produk makanan ke Rusia.
1. Pertumbuhan ekonomi Korut didorong industri manufaktur dan pertambangan

BOK menyebut pertumbuhan ekonomi Korut tahun lalu melampaui pertumbuhan tertinggi negaranya pada 2016 yang mampu mencapai 3,9 persen. Pertumbuhan ekonomi Korut didorong oleh industri manufaktur dan pertambangan.
“Pertumbuhan ekonomi Korut ini melonjak signifikan di sektor manufaktur, konstruksi, dan pertambangan. Ini berkat penguatan kebijakan nasional dan ekspansi kerja sama ekonomi antara Korut dan Rusia,” ujarnya, dikutip dari TVP World, Sabtu (30/8/2025).
Salah satu sektor yang tumbuh tinggi adalah industri kimia berat yang menembus 10,7 persen. Pertumbuhan industri kimia berat Korut ini didorong oleh produksi senjata yang diekspor ke Rusia.
Sementara itu, sektor pertambangan Korut mampu tumbuh hingga 8,8 persen dan menjadi yang tertinggi sejak 1999. BOK sudah memublikasikan data ekonomi Korut sejak 1991 yang didasarkan pada sejumlah sumber.
2. Korut memperoleh keuntungan besar dari perang Rusia-Ukraina
Pada April, Korea Institute for Defence Analyses (KIDA) menilai Korut mampu memperoleh keuntungan hingga 20,6 miliar dolar AS (Rp338,5 triliun) dalam membantu Rusia untuk berperang di Ukraina.
Sementara itu, struktur ekonomi Korut mengalami pergeseran dalam setahun terakhir. Peran sektor pertanian menurun 29,9 persen dan manufaktur dan pertambangan turun hingga 30,5 persen, serta sektor jasa turun 29,8 persen. Sedangkan sektor listrik, gas, dan air naik 7,2 persen dan konstruksi naik hingga 11,6 persen, dilansir dari NHK News.
Korea Trade Promotion Agency (KOTRA) menyebut bahwa Korut sedang mengurangi defisit perdagangan dengan China dan meningkatkan perdagangan dengan negara lain, seperti Argentina, Austria, Nigeria, dan Belanda.
3. Korut tidak lagi aktif terlibat diplomasi dengan Korsel dan AS

Penasehat Keamanan Korsel, Wi Sung lac mengatakan bahwa Korut tidak lagi aktif dalam terlibat diplomasi dengan Korsel dan Amerika Serikat (AS).
“Jangan berharap terlalu tinggi soal kemungkinan dialog dengan Korut. Saat ini, Korut tidak menunjukkan keinginannya untuk terlibat dalam dialog baik dengan Korsel atau AS. Lebih baik menunggu dengan tenang apa respons Pyongyang. Mereka sangat pasif dan menunjukkan sikap negatif,” terangnya, dikutip dari Korea JoongAng Daily.
Sementara itu, Wi menilai kemungkinan Pemimpin Korut, Kim Jong-un datang dalam KTT Kerja sama Ekonomi Asia-Pasifik di Korsel pada Oktober nanti sangatlah kecil.