Olaf Scholz dan Vladimir Putin (Twitter.com/President of Russia)
Negosiasi dan diplomasi para pemimpin dunia yang terlibat untuk meredakan krisis Ukraina terus berlangsung. Ada tanda-tanda bahwa Presiden Putin bersedia melakukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan tersebut.
Meski begitu, upaya mengurangi ketegangan itu masih jauh dari harapan. Ini karena, menurut ABC News, Parlemen Rusia pada hari Selasa meloloskan undang-undang yang menyerukan agar Presiden Putin mengakui dua wilayah Ukraina yang telah mendeklarasikan diri, yaitu Republik Luhansk dan Republik Donetsk.
Luhansk dan Donetsk mendeklarasikan diri pada tahun 2014 dari Ukraina. Pada saat itu, Rusia juga mencaplok Semenanjung Krimea. Perjuangan pasukan Ukraina melawan pasukan pemberontak Luhansk dan Donetsk sangat sengit.
Rusia dituduh mendukung dua kelompok separatis itu, wilayah yang sebagian besar menggunakan bahasa Rusia. Konflik mematikan terjadi dan lebih dari 13.000 orang tewas.
Langkah parlemen Rusia yang mendesak Presiden Putin untuk mengakui wilayah tersebut, dikhawatirkan akan membuka jalan bagi Rusia secara resmi mencaplok wilayah itu.
Namun Presiden Putin sendiri mengirimkan sinyal tidak akan segera mengakuinya. Pada konferensi pers setelah bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz, Putin mengatakan bahwa dia yakin mayoritas Rusia mendukung langkah itu, tapi pemerintahannya saat ini akan terus bekerja dalam perjanjian damai yang ada, berdasarkan kesepakatan Minsk 2015.
Olaf Scholz sendiri dalam konferensi pers tersebut menyatakan bahwa jika Rusia mengakui wilayah pemberontak Ukraina, maka akan menjadi malapetaka. Dia berharap bahwa diplomasi terus dapat berjalan dan Rusia harus mengambil langkah-langkah yang jelas untuk mengurangi ketegangan saat ini.