Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Jepang (unsplash.com/Fumiaki Hayashi)
ilustrasi bendera Jepang (unsplash.com/Fumiaki Hayashi)

Intinya sih...

  • Upaya Jepang memperkuat pertahanannya terjadi bersamaan dengan ketegangan diplomatik yang meningkat akibat pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi.

  • Yonaguni telah berkembang menjadi titik strategis bagi keamanan Jepang, dengan radar pengawasan dan unit perang elektronik yang dibentuk pada 2024.

  • Jepang menghadapi lingkungan keamanan paling berat dan kompleks sejak Perang Dunia II

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Jepang, Shinjiro Koizumi, menegaskan rencana penempatan sistem rudal di Pulau Yonaguni, yang berjarak sekitar 110 km dari Taiwan, tetap sesuai jadwal di tengah memanasnya hubungan dengan China. Dalam kunjungan perdananya ke pangkalan militer tersebut, Koizumi mengatakan langkah itu justru bertujuan memperkuat pencegahan konflik.

"Penempatan ini dapat menurunkan kemungkinan serangan terhadap negara kami. Pandangan langkah ini akan meningkatkan ketegangan regional tidak tepat," ujar Koizumi dilansir dari The Straits Times, Selasa (25/11/2025).

Rencana ini merupakan bagian dari pembangunan kekuatan militer Jepang di gugus kepulauan selatan sebagai respons terhadap meningkatnya kemampuan militer China dan potensi konflik terkait Taiwan. Pulau-pulau di sekitar Yonaguni, seperti Ishigaki dan Miyako, juga sedang diperkuat dengan fasilitas baru, termasuk rudal anti-kapal dan fasilitas pengawasan udara.

1. Ketegangan Jepang–China memuncak

Upaya Jepang memperkuat pertahanannya terjadi bersamaan dengan ketegangan diplomatik yang meningkat akibat pernyataan Perdana Menteri Sanae Takaichi. Pada 7 November 2025, Takaichi menyebut kemungkinan skenario keterlibatan Jepang bersama negara lain jika terjadi serangan China terhadap Taiwan, komentar yang langsung memicu kemarahan Beijing dan diikuti langkah-langkah ekonomi.

Takaichi kemudian kembali ke posisi resmi pemerintah yang tidak membahas skenario militer secara spesifik, namun China tetap menuntut penarikan pernyataan tersebut. Berselang 15 hari, seorang pejabat Jepang menolak klaim China, Takaichi telah mengubah kebijakan Jepang soal Taiwan, menyebutnya sebagai tuduhan yang sepenuhnya tidak berdasar.

2. Pulau Yonaguni semakin strategis di tengah ketegangan kawasan

Selain menjadi destinasi wisata populer, Yonaguni telah berkembang menjadi titik strategis bagi keamanan Jepang. Pulau ini sudah memiliki radar pengawasan yang memantau aktivitas udara dan laut di sekitar wilayah tersebut serta unit perang elektronik yang dibentuk pada 2024 untuk mengganggu komunikasi serta sistem kendali musuh.

Militer AS juga meningkatkan latihan bersama di wilayah ini, termasuk simulasi pengiriman logistik dari Okinawa untuk membentuk pos operasi maju apabila terjadi krisis. Latihan ini mencerminkan kekhawatiran ketegangan regional dapat dengan cepat berdampak langsung pada Yonaguni, seperti pada 2022 ketika peluncuran rudal China pasca kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan jatuh tidak jauh di selatan pulau itu.

3. Lingkungan keamanan terburuk sejak Perang Dunia II

Koizumi, dalam pertemuannya dengan Walikota Yonaguni, menekankan Jepang perlu memperkuat kemampuan militernya dan memperdalam kerja sama dengan Amerika Serikat. Menurutnya, Yonaguni saat ini terjebak dalam lingkungan keamanan paling rawan

"Saat ini Jepang menghadapi lingkungan keamanan paling berat dan kompleks sejak Perang Dunia II," kata Koizumi.

Peningkatan kapabilitas Pasukan Bela Diri Jepang, dijelaskan Koizumi, menjadi sangat penting untuk melindungi warga, termasuk yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Sementara, narasi di media pemerintah China beberapa hari terakhir juga memperkeruh suasana. Media China memuat artikel yang mempertanyakan kedaulatan Jepang atas Kepulauan Ryukyu, menyinggung sejarah masa lalu ketika wilayah itu pernah menjadi kerajaan independen.

Meskipun sebagian besar warga Okinawa tidak menginginkan pemisahan, banyak yang khawatir menjadi sasaran jika ketegangan regional berubah menjadi konflik bersenjata.

Editorial Team