Bendera Prancis. (Pexels.com/Atypeek Dgn)
Dilansir RTE, pengumuman penarikan duta besar ini disampaikan Macron dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi di Prancis.
"Prancis telah memutuskan untuk menarik duta besarnya. Dalam beberapa jam ke depan duta besar kami dan beberapa diplomat akan kembali ke Prancis," kata Macron.
Para pemimpin militer Niger sebelumnya telah meminta Sylvain Itte, duta besar Prancis untuk meninggalkan negara itu dalam 48 jam melalui ultimatum yang dikeluarkan pada bulan lalu. Namun, pemerintah Prancis menolak mematuhinya dan menolak mengakui rezim militer sebagai pemerintahan yang sah.
Dalam wawancara hari ini, Macron menegaskan kembali posisi Prancis bahwa Bazoum disandera dan tetap mengakuinya sebagai satu-satunya otoritas yang sah di negara tersebut.
“Dia menjadi sasaran kudeta ini karena dia melakukan reformasi yang berani dan karena sebagian besar terjadi perselisihan antar etnis dan banyak kepengecutan politik,” bantahnya.
Macron sebelumnya mengatakan bahwa wilayah Sahel yang miskin di selatan Sahara telah mengalami apa yang sebelumnya disebut "epidemi" kudeta dalam beberapa tahun terakhir, dengan rezim militer menggantikan pemerintahan terpilih di Mali, Burkina Faso, Guinea, dan Niger.