Bertemu Macron, Jokowi Singgung Kasus Pelecehan Simbol Agama

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Sabtu (9/9/2023). Pertemuan itu digelar di sela-sela rangkaian kegiatan Presidensi G20 India.
Dalam pertemuan itu, Jokowi menyampaikan apresiasi kepada Prancis yang telah memperlihatkan fleksibilitas posisi atas tindak pelecehan simbol agama dan kitab suci dalam konsep deklarasi G20.
“Ini isu yang sangat penting bagi Indonesia, tindak pelecehan tersebut sangat melukai hati umat muslim dan tidak dapat dibenarkan,” ujar Jokowi.
1. Jokowi apresiasi Prancis sudah dukung resolusi G20 tentang antikebencian terhadap agama

Sikap Prancis yang diapresiasi Jokowi tersebut disampaikan dalam KTT G20 di New Delhi, India. Deklarasi Pemimpin G20 New Delhi yang diadopsi pada Sabtu (9/9/2023) menyerukan penghentian terhadap semua tindakan kebencian terhadap agama, termasuk terhadap orang, simbol agama dan kitab suci.
Deklarasi Delhi yang menekankan kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan berekspresi dan hak untuk berkumpul secara damai.
2. G20 serukan penghentian kebencian agama dalam Deklarasi New Delhi

Resolusi G20 yang berisi penolakan terhadap kebencian agama diatur dengan mengacu pada resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadopsi pada 25 Juli tentang “meningkatkan dialog antaragama dan antarbudaya serta toleransi dalam melawan ujaran kebencian”.
“Dalam hal ini, kami juga sangat menyesalkan semua tindakan kebencian agama terhadap seseorang. sebagai hal-hal yang bersifat simbolis tanpa mengurangi kerangka hukum dalam negeri, termasuk terhadap simbol-simbol agama dan kitab suci,” bunyi salah satu resolusi Deklarasi New Delhi yang dirilis dalam 37 halaman tersebut, dilansir Indian Express.
3. Sederet kasus pelecehan agama termasuk pembakaran Al-Qur'an

Sejumlah aksi pembakaran Al-Qur'an terjadi di Swedia sejak tahun lalu. Pada awalnya, kepolisian Swedia memberikan izin terhadap aksi unjuk rasa yang melibatkan pembakaran Al-Qur'an. Hal ini menuai berbagai kecaman dari internasional terutama negara muslim.
Swedia bahkan mengakui pengajuan izin aksi unjuk rasa dengan pembakaran Al-Qur'an kian banyak dan mereka khawatir itu akan mengubah negara tersebut menjadi intoleran. Aksi yang dinilai sebagai penistaan agama itu pun menimbulkan ketegangan dan dampak politik bagi Swedia dan negara-negara sekitarnya.