Demonstrasi menolak aneksasi sebagian dari wilayah pendudukan Tepi Barat, di Kafr Qaddum dekat Nablus, Palestina, pada 3 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman
Beberapa komentar menyebut Israel sulit melangkah tanpa dukungan negara-negara Barat. Dengan kata lain, misalnya, restu dari Amerika Serikat terhadap aneksasi Tepi Barat sangat dinantikan oleh Israel meski di tengah berbagai kecaman.
"Jika diimplementasikan, aneksasi akan menjadi pelanggaran hukum internasional paling serius, sangat melukai prospek two-state solution dan memangkas kemungkinan adanya pembaruan negosiasi," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterrez dalam keterangan resmi pada Juni lalu.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga melihat ada standar ganda di tubuh Dewan Keamanan PBB.
"Kini, terserah kita apakah kita mau berdiri di sisi hukum internasional atau pura-pura buta?". Mengapa Dewan Keamanan menanti terjadinya aneksasi dulu baru melakukan fungsinya?," ujarnya.
Di Amerika Serikat, anggota dewan dari Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez memimpin petisi di Capitol Hill untuk menolak aneksasi Tepi Barat.
"Amerika Serikat wajib berkomitmen terhadap sebuah masa depan di mana semua warga Israel dan Palestina hidup dengan hak, martabat, dan demokrasi penuh," kata dia dalam sebuah surat penggalangan dukungan.
Seakan tak mau kalah, anggota dewan dari Partai Republik ikut mengeluarkan sikap tertulis yang meminta pemerintah tetap mendukung aneksasi oleh Israel. Bahkan, Scott Perry selaku politisi dari partai pendukung Trump itu, mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo.
Perry menuding mereka yang menolak aneksasi sebagai orang-orang yang anti-Yahudi. Dengan kata lain, jika memakai logikanya, siapa pun yang tak setuju dengan langkah pemerintah Israel untuk mencaplok lebih banyak teritori Palestina sama dengan pembenci Yahudi atau rasis.
Tuduhan itu dibantah oleh IfNotNow, kelompok Yahudi progresif.
"Rasanya mubazir untuk terus mengatakan ini, tapi kami akan terus melakukannya sampai para politisi mendengar: mengkritik Israel, penjajahan, atau aneksasi itu tidak sama dengan anti-semitik," tulis grup tersebut lewat Twitter.
Zuhair pun sependapat.
"Isu anti-semitisme adalah sebuah propaganda yang dilakukan oleh Israel untuk mendapatkan dukungan secara maknawi dari komunitas-komunitas internasional yang seakan itu menjustifikasi pendudukan dan penjajahan Israel atas tanah Palestina," kata Zuhair.
"Kita harus tetap fokus terhadap fakta-fakta yang terlihat dan yang terjadi di lapangan. Kita bisa kembali bertanya kepada diri kita masing-masing: siapa yang terjajah dan siapa yang menjajah?," tutupnya.