Jakarta, IDN Times - Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menolak perjanjian damai yang disepakati oleh Uni Emirat Arab dengan Israel. Melalui penasihat seniornya, Nabil Abu Rudeineh, kesepakatan damai itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap bencana yang dihadapi oleh Palestina, Yerusalam dan Al-Aqsa.
"Palestina menolak kesepakatan trilateral mengejutkan yang disampaikan oleh Israel, Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat," ungkap Rudeineh dan dikutip dari stasiun berita Al Jazeera pada Jumat (14/8/2020).
Pernyataan keras lainnya juga disampaikan oleh anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi. Sebelumnya Ashrawi sudah pernah duduk di berbagai posisi pejabat publik di Palestina dan kerap kritis.
Ashrawi bahkan mengatakan UEA telah menjual temannya sendiri. Pernyataan itu ia sampaikan secara terbuka di media sosial dan ditujukan kepada pemimpin UEA, Putera Mahkota Mohammed bin Zayed Al Nahyan.
"Semoga Anda tidak akan pernah merasakan penderitaan wilayah negara Anda diambil negara lain, semoga Anda tidak akan pernah merasakan penderitaan hidup di bawah penjajahan, semoga Anda tidak akan pernah menyaksikan rumah Anda dihancurkan atau orang terdekat Anda dibunuh. Semoga Anda tidak pernah 'dijual' oleh teman Anda sendiri," demikian cuit Ashrawi pada Kamis, 13 Agustus 2020.
Di dalam perjanjian damai yang akan diteken oleh kedua pemimpin di Gedung Putih, Amerika Serikat, tertulis kesepakatan baik UEA dan Israel akan membuka kedutaan di masing-masing negara. Artinya, kedua negara akan membuka hubungan diplomatik secara penuh.
Dalam catatan stasiun berita CNN, UEA menjadi negara ketiga di kawasan Timur Tengah yang menjalin hubungan diplomatik dan mengakui kedaulatan negara Israel. Dua negara Timteng lainnya adalah Yordania dan Mesir.
Dampak dari pernjanjian damai ini yaitu Israel untuk sementara waktu menunda aksi pencaplokan wilayah Palestina di kawasan Tepi Barat. Apakah kesepakatan damai ini bisa menghentikan niat Israel untuk menguasai wilayah Palestina?