Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Perbatasan Rafah (Gigi Ibrahim, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Perbatasan Rafah (Gigi Ibrahim, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Mesir menolak pembukaan Rafah sepihak.

  • Koordinasi Eropa dan dinamika pembukaan.

  • Israel-Lebanon gelar pembicaraan langsung perdana.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mesir menegaskan tidak pernah menyetujui kesepakatan dengan Israel untuk membuka Perbatasan Rafah hanya untuk arus keluar warga Gaza. Penegasan itu muncul beberapa jam setelah Israel menyatakan jika Rafah akan dibuka dalam beberapa hari mendatang secara eksklusif bagi penduduk Gaza yang ingin keluar ke Mesir.

State Information Service (SIS) Mesir membantah adanya koordinasi dengan Israel terkait rencana pembukaan tersebut. Mesir menilai setiap keputusan mengenai Rafah harus mengikuti mekanisme dua arah dan bukan hanya untuk evakuasi satu sisi. Penolakan itu kembali menegaskan sikap Mesir terkait posisi strategis perbatasan tersebut.

Pernyataan Mesir disampaikan setelah Israel melalui Coordinator of Government Activities in the Territories (COGAT) mengumumkan jika Rafah akan dibuka berdasarkan kesepakatan gencatan senjata. Israel mengatakan, pembukaan itu mengikuti kerangka kerja yang diatur untuk masa tenang di Gaza.

Dalam konteks yang lebih luas, pembukaan perbatasan Rafah telah lama menjadi tuntutan berbagai lembaga kemanusiaan dan bagian dari rencana perdamaian yang diusulkan Presiden AS Donald Trump. Namun hingga kini, Mesir menegaskan tidak ada kesepakatan final.

1. Soal Rafah harus dua arah

Perbatasan Rafah. (Gigi Ibrahim from Cairo, Egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

SIS melalui sumber resmi menyatakan bahwa Mesir tidak akan menyetujui pembukaan sepihak. “Jika ada kesepakatan untuk membuka perbatasan, maka harus dibuka dua arah, untuk masuk dan keluar Jalur Gaza, sesuai dengan rencana Presiden AS Donald Trump,” kata sumber tersebut dalam pernyataan resmi, dilansir dari France24, Rabu (3/12/2025).

Pernyataan itu sekaligus membantah pengumuman Israel yang menyebut pembukaan Rafah hanya untuk arus keluar penduduk Gaza. Israel menyebut langkah tersebut merupakan bagian dari implementasi kesepakatan gencatan senjata yang berlaku dalam beberapa hari mendatang.

COGAT sebelumnya menyatakan, Sesuai dengan perjanjian gencatan senjata. Perbatasan Rafah akan dibuka dalam beberapa hari ke depan secara eksklusif untuk keluarnya penduduk Gaza menuju Mesir.”

Israel juga menambahkan bahwa pengoperasian perbatasan akan berada di bawah pengawasan Misi Bantuan Perbatasan Uni Eropa (EUBAM), “mirip dengan mekanisme yang berjalan pada Januari 2025.”

2. Koordinasi Eropa dan dinamika pembukaan

perbatasan Rafah. (أشرف العناني from alshekh zwaed, egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Dua sumber diplomatik Eropa mengatakan, sebelumnya mereka telah mempersiapkan pembukaan Rafah untuk pejalan kaki pada 14 Oktober, namun rencana itu kemudian ditunda. Pembukaan tersebut menjadi bagian dari rencana yang sebelumnya diinisiasi dalam kerangka gencatan senjata.

Perbatasan Rafah memiliki peran penting sebagai jalur masuk bagi pekerja kemanusiaan serta bantuan logistik seperti pangan dan bahan bakar. Rafah juga merupakan pintu utama bagi warga Gaza yang mendapat izin untuk keluar wilayah yang telah diblokade sejak 2007.

Israel mengambil alih sisi Gaza di Perbatasan Rafah pada Mei 2024 dan menyebut perbatasan itu digunakan untuk kepentingan kelompok bersenjata, termasuk dugaan penyelundupan senjata. Meski demikian, Rafah sempat dibuka selama masa gencatan senjata pada Januari 2025.

Pembukaan tersebut awalnya diperuntukkan bagi individu yang mendapat izin meninggalkan Gaza, sebelum kemudian diperluas untuk memungkinkan masuknya truk bantuan.

3. Israel–Lebanon gelar pembicaraan langsung perdana

Di sisi lain, perwakilan sipil Lebanon dan Israel pada Rabu menggelar pembicaraan langsung pertama dalam beberapa dekade. Pertemuan berlangsung di markas UNIFIL di Naqura, Lebanon selatan, sebagai bagian dari mekanisme pemantauan gencatan senjata yang telah berjalan selama satu tahun.

Pertemuan itu dihadiri utusan AS untuk Lebanon, Morgan Ortagus. Menjelang pertemuan, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, Israel mengirimkan perwakilan untuk membangun hubungan dan kerja sama ekonomi dengan Beirut.

Meski kedua negara secara resmi masih dalam keadaan perang, Presiden Lebanon Joseph Aoun dalam beberapa bulan terakhir menyatakan, Beirut terbuka untuk negosiasi dengan Israel. Kesediaan itu muncul di tengah situasi keamanan yang masih rapuh.

Israel dan Lebanon menyepakati gencatan senjata pada 2024 setelah lebih dari satu tahun bentrokan antara Israel dan kelompok Hizbullah. Sejak itu, kedua pihak saling menuduh melanggar kesepakatan meski pembicaraan terus berjalan.

Editorial Team