Uang kertas kyat Myanmar. (Unsplash.com/Dan Gold)
Pemilik penggilingan padi di Myanmar mengatakan banyak bisnis di sektor tersebut kesulitan akibat ketidaksesuaian nilai tukar mata uang asing resmi dan nilai tukar di pasar gelap yang mengatur sebagian besar transaksi, seperti pembelian bahan bakar dan pupuk impor.
"Kami rugi kalau menjual beras dengan harga standar pemerintah. Myanmar masih punya banyak beras. Situasi ini terjadi karena pemerintah ingin membatasi harga," katanya.
Nilai tukar uang Myanmar selama bertahun-tahun di pasar gelap jauh lebih tinggi dari daripada nilai tukar acuan bank sentral sebesar 2.100 kyat (Rp10 ribu) per satu dolar. Mata uang itu mencapai rekor terendah di pasar gelap sekitar 4.500 kyat (Rp22 ribu) per satu dolar pada akhir Mei, dan sejak itu bertahan di sekitar level tersebut.
Bulan lalu, pemerintah menangkap 35 orang, menindak pedagang emas dan valuta asing serta agen yang menjual lahan asing, dalam upaya untuk menopang mata uang yang terdepresiasi cepat.
Bank Dunia dalam laporannya bulan lalu menyebutkan hampir sepertiga penduduk Myanmar hidup dalam kemiskinan dan ekonominya sekitar 10 persen lebih kecil dibandingkan sebelum wabah virus corona. Pengungsian lebih dari 3 juta orang dari rumah mereka akibat pertempuran telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar.