Kamp al-Hol setidaknya terdiri dari dua kompleks utama. Satu kompleks yang membentang lebih dari 1,5 km persegi, dihuni oleh sekitar 50 ribu pengungsi dari Irak dan Suriah. Hampir 20 ribu di antaranya adalah anak-anak.
Sedangkan di kompleks lain, ada 2.000 pengungsi lain yang berasal dari 57 negara, yang tadinya memiliki simpati terhadap gerakan ISIS. Jumlah anak-anak yang berada di kompleks ini hampir mencapai 8.000 orang.
Dengan fasilitas yang jauh dari cukup, seperti akses air bersih, sanitasi yang terbatas, tenda banjir ketika musim dingin, mereka hidup dengan berdesak-desakan. Fasilitas pendidikan juga tak tersedia secara layak. Ketika COVID-19 menyerang, 25 pusat pembelajaran terpaksa harus ditutup.
Kunjungan yang langka dari Associated Press itu juga disambut oleh anak-anak yang sudah terpapar radikalisasi. Dalam laporannya, jurnalis Associated Press Hogir al-Abdo dan Bassem Mroue menulis anak-anak itu mengatakan "kamu adalah musuh Tuhan. Kami adalah Negara Islam. Kamu adalah iblis, dan aku akan membunuhmu dengan pisau. Aku akan meledakkanmu dengan granat."
Melansir Middle East Eye, PBB mengatakan "mereka 'dipersiapkan sebagai operasi ISIL (IS) di masa depan."
Jenderal Kenneth McKenzie, kepala Komando Pusat AS pada akhir April lalu berpendapat "anak-anak ini, khususnya, sedang diradikalisasi, dan kecuali kita menemukan cara untuk memulangkan mereka dan mengintegrasikan mereka kembali, kita memberi diri kita sendiri hadiah pejuang (radikal) lima hingga tujuh tahun ke depan, dan itu adalah masalah besar."
Meski begitu, tidak semuanya pengungsi terpapar radikalisasi ISIS. Banyak juga di antara mereka yang kecewa karena kebrutalan ideologi yang dipraktekkan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Mereka yang kecewa dengan ISIS tersebut, ingin pulang dan ingin agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak. Madina Bakaraw, perempuan bercadar yang menggunakan bahasa Rusia mengatakan "kami ingin anak-anak kami belajar. Anak-anak kami harus bisa membaca, menulis, berhitung. Kami ingin pulang dan ingin anak-anak kami memiliki masa kecil."
Pengungsi lain yang bernama Amal Mohammed dari Irak, menyatakan keinginannya untuk pulang. Ia ingin putrinya dapat hidup normal. “Bagaimana masa depan anak-anak ini. Mereka tidak akan memiliki masa depan. Di sini mereka tidak belajar apa-apa."
SDF dan pemerintahan Kurdi yang berwenang di wilayah tersebut sudah mengatakan bahwa mereka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memelihara dan menjaga kamp pengungsi.
Banyak tekanan agar negara-negara yang warganya menjadi anggota ISIS dan saat ini berada di penampungan al-Hol untuk segera diambil. Meski begitu, hanya ada sedikit saja yang dipulangkan dan banyak negara yang tidak mau melaksanakannya.
Bulan lalu, sebanyak 100 keluarga Irak dipulangkan untuk tinggal di sebuah kamp di Irak. Tetapi mereka masih menghadapi stigma dan tantangan tajam dari beberapa tetangga mereka.