Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Niger. (unsplash.com/Chickenonline)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Niger, Ali Mahaman Lamine Zeine, menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas retaknya hubungan militer antara kedua negara.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Washington Post pada Selasa (15/5/2024), Zeine mengatakan, pejabat AS berusaha mencampuri urusan Niger dengan mendiktekan negara mana yang boleh menjadi mitra Niger. Zeine juga mengkritik AS yang dianggap gagal menjustifikasi keberadaan pasukan mereka di Niger.

"Pasukan AS hanya berdiam di tanah kami tanpa melakukan apa-apa sementara para teroris membunuhi orang-orang dan membakar kota-kota," ujarnya.

1. Kudeta militer memicu ketegangan hubungan AS-Niger

Hubungan antara AS dan Niger, yang selama ini menjadi sekutu dekat Washington di Afrika Barat, mulai memburuk setelah terjadinya kudeta militer pada Juli 2023. Kudeta tersebut menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum yang terpilih secara demokratis.

Menanggapi kudeta, AS membekukan dukungan keamanan dan menghentikan aktivitas kontra-terorisme yang selama ini dijalankan dari Pangkalan Udara 201 di Niger. Pangkalan militer AS ini memainkan peran krusial dalam mengumpulkan data intelijen terkait aktivitas militan di wilayah Sahel.

Meski menghentikan kerja sama, AS tetap mempertahankan lebih dari 1.000 personel militer di Niger, dengan harapan bisa bernegosiasi dengan pemerintahan baru hasil kudeta. Namun upaya negosiasi mengalami kebuntuan.

Akhirnya pada April 2023, setelah Niger secara resmi meminta AS menarik pasukannya, Washington sepakat untuk melakukan hal tersebut. Penarikan pasukan AS dan pembatalan pakta keamanan dengan Niger memicu kekhawatiran akan hilangnya pengaruh AS di kawasan itu.

2. Alasan Niger lebih pilih Rusia

Retaknya hubungan AS-Niger membuka pintu bagi Rusia untuk memperluas pengaruhnya di Niger. Moskow dengan cepat mengambil langkah untuk memperdalam hubungan dengan pemerintahan baru.

Pada Mei lalu, Rusia mengirimkan pasukannya ke ibu kota Niamey, untuk melatih militer Niger. Moskow juga memasok sistem pertahanan udara baru ke negara itu. Kini, pasukan Rusia dan pasukan AS menempati dua ujung yang berlawanan dari sebuah pangkalan udara di Niger.

Menurut Zeine, negara-negara seperti Rusia, Turki, dan Uni Emirat Arab menyambut pemerintahan baru Niger dengan tangan terbuka, berbeda dengan sikap AS yang dinilai tidak bersahabat.

"Jika AS merespon permintaan kami untuk dukungan tambahan, termasuk pesawat, drone, dan sistem pertahanan udara, maka kami tidak akan meminta bantuan Rusia," kata Zeine, dilansir dari The Guardian.

3. PM Niger sebut AS suka mendikte

Bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Robert Linder)

Zeine dalam wawancara juga mengungkapkan ketersinggungannya terhadap pernyataan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Afrika, Molly Phee. Phee disebut telah mengarahkan Niger untuk menahan diri terlibat dengan Rusia dan Iran jika ingin melanjutkan hubungan keamanan dengan AS.

"Anda datang ke sini untuk mengancam kami di negeri kami sendiri dan berusaha mendiktekan dengan siapa kami boleh menjalin hubungan. Itu tidak bisa diterima. Anda melakukannya dengan nada merendahkan dan tidak hormat," kritik Zeine.

Ia juga membantah tudingan AS bahwa Niger telah membuat kesepakatan rahasia untuk menjual uranium ke Iran.

"Tidak ada yang ditandatangani dengan Iran," tegasnya.

Di sisi lain, meski hubungan militer memburuk, Zeine menegaskan bahwa Niger masih mengharapkan hubungan ekonomi dan diplomatik dengan AS. Ia menyebut negaranya memiliki uranium, minyak, dan litium yang bisa menjadi lahan investasi menarik bagi perusahaan-perusahaan AS.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik