Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-16 at 16.49.44 (3).jpeg
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu usai Konferensi pers Hari Anak Nasional (HAN) 2025 di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Rabu (16/7/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2023, NTB punya persentase tertinggi untuk perempuan yang menikah saat usia anak sebesar 17,32 persen kemudian disusul Sumatra Selatan 11,41 persen

  • Dari data dokumen profil anak Indonesia 2024 KemenPPPA angka di NTB ini terbilang berbeda signifikan jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Tingginya angka perkawinan anak di NTB dapat disebabkan salah satunya tradisi adat perkawinan yang secara sosial masih diterima hingga saat ini oleh masyarakat NTB

Jakarta, IDN Times - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi wilayah yang menyumbang angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu.

NTB memiliki persentase tertinggi untuk perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum berumur 18 tahun. "NTB (tertinggi angka perkawinan anak)," kata Pribudiarta di Jakarta, dikutip Kamis (17/7/2025).

Dia menjelaskan, penyebab tingginya angka perkawinan anak di NTB memang beragam, mulai dari adat hingga budaya yang ada di daerah tersebut.

"Macem-macem masalahnya. Tidak semua karena masalah kemiskinan. Ternyata masalah pengasuhan, masalah pemahaman terhadap budaya, adat," katanya.

1. Komitmen kolektif untuk mengatasi perkawinan anak

Ilustrasi perkawinan anak. (dok. IDN Times)

Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2023, NTB punya persentase tertinggi untuk perempuan yang menikah saat usia anak yakni sebesar 17,32 persen, kemudian disusul Sumatra Selatan 11,41 persen.

Dia menjelaskan, pemerintah terus memperkuat strategi kolaborasi multipihak mengupayakan menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia.

"Komitmen kolektif untuk mengatasi perkawinan anak telah dituangkan dalam kebijakan lintas sektor Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020 - 2024. Melalui Stranas PPA, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi jumlah perkawinan anak di Indonesia melalui lima strategi utama," kata Pribudiarta.

2. Di NTB ada tradisi Merarik

ilustrasi perkawinan anak (IDN Times/Aditya Pratama)

Dari data dokumen profil anak Indonesia 2024 Kemen PPPA, angka perkawinan anak di NTB terbilang berbeda signifikan jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Tingginya angka perkawinan anak di NTB salah satunya karena tradisi adat perkawinan yang secara sosial masih diterima hingga saat ini oleh masyarakat NTB yakni tradisi merarik.

Merarik adalah persetujuan bersama antara laki-laki dan perempuan untuk menikah dan melarikan diri dari rumah di suatu malam yang disepakati. Jika seseorang melakukan merarik, maka orang tua terpaksa menikahkan mereka. Hal ini juga diperkuat dengan adanya mitos bahwa jika merarik tidak dilanjutkan dengan perkawinan, maka perempuan akan sulit mendapatkan jodoh.

3. Perkawinan anak adalah pelanggaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang

Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Perkawinan anak adalah bentuk pelanggaran hak anak untuk dapat tumbuh dan berkembang. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 7 dijelaskan, perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Perkawinan yang dilakukan pada saat seseorang belum mencapai umur 18 tahun disebut sebagai perkawinan anak.

Editorial Team