KPAI: Kemendagri Tinjau Ulang Perda Perkawinan Anak, Harus Ada Sanksi

- KPAI menyoroti hilangnya peran pemberian sanksi dalam kasus perkawinan anak, mendorong Kemendagri untuk meninjau ulang aturan daerah terkait perkawinan anak di NTB.
- Rekomendasi KPAI agar Kemendagri meninjau ulang regulasi daerah terkait perkawinan anak, dan para pemangku kepentingan lainnya di NTB melakukan advokasi soal revisi aturan daerah ini.
- Perkawinan anak bisa terjadi karena kontribusi dari penghulu desa, butuh keterlibatan tokoh adat, agama, dan masyarakat dalam program pencegahan. Ancaman pidana 9 tahun atau denda Rp200 juta bagi pelaku.
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Rahmayanti menyoroti hilangnya peran pemberian sanksi dalam kasus perkawinan anak yang masih terus terjadi, yang juga baru-baru ini kembali terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dia mendorong agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong agar adanya peninjauan ulang tiap aturan daerah tentang perkawinan anak.
"Nah di faktor regulasi ini memang di NTB sendiri sudah ada peraturan daerah terkait pencegahan perkawinan anak. Namun tidak mengandung sanksi begitu ya. Kemudian juga tidak ada komitmen anggaran dari pemerintah daerah. Nah informasi tersebut juga ternyata ini juga ada peran Kemendagri men-delete terkait dengan sanksi dan anggaran tersebut," kata dia ditemui di DPR, Jakarta, Senin (26/5/2025).
1. Ada aturan lainnya di UU Perlindungan Anak hingga UU TPKS

Maka KPAI memberi rekomendasi agar Kemendagri meninjau ulang regulasi daerah itu. Kemudian para pemangku kepentingan lainnya di NTB bisa melakukan advokasi soal revisi aturan daerah ini.
"Bagaimana ada sanksi yang tentunya cantolan regulasinya sudah banyak ya. Ada di Undang-Undang Perlindungan Anak, Kemudian ada juga di Undang-undang TPKS," katanya.
2. Perkawinan anak difasilitasi oleh penghulu desa

Ai mengatakan dari penelusuran, memang perkawinan anak ini juga bisa terjadi karena ada kontribusi dari penghulu desa. Dalam kasus ini perkawinan anak tidak lewat pengadilan, yakni tidak dengan melalui pengajuan dispensasi kawin.
"Tapi yang dinikahkan atau difasilitasi oleh penghulu desa, nah kenapa hasil pengawasan kemarin menunjukkan harus ada efek jera juga nih, kepada yang memfasilitasi perkawinan anak," katanya.
3. Aturan pidana pihak yang terlibat dalam perkawinan anak

Dia menjelaskan aturan soal sanksi pada pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan anak. Hal ini telah termaktub dalam UU TPKS Nomor 12 tahun 2022, tepatnya pasal 10 dengan ancaman pidana 9 tahun atau denda Rp200 juta.
"Tentunya ini butuh keterlibatan tokoh adat ya. Karena memang di sana faktor yang paling tinggi adalah adat ya, yang kedua adalah tokoh agama dan juga tokoh masyarakat perlu dilibatkan dalam program-program pencegahan," katanya.