Kekaisaran Jerman memiliki rapor merah di Namibia ketika menjajah wilayah tersebut. Antara tahun 1904 sampai 1908, pasukan kekaisaran melakukan pembantaian tanpa pandang bulu terhadap orang-orang etnis Nama dan Herero yang ada di Namibia.
Bulan Mei lalu, Jerman secara resmi mengumumkan permintaan maaf atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan kekaisaran. Mereka juga menawarkan sekitar Rp18,3 triliun sebagai ucapan permintaan maaf untuk mendukung pembangunan Namibia.
Dana sebanyak itu akan dikeluarkan secara bertahap sampai 30 tahun ke depan. Namun pihak parlemen Namibia masih memperdebatkan hal tersebut. Sejak bulan Juni, pihak oposisi dan partai pemerintah belum mencapai kata sepakat.
Perdebatan sempat terjeda karena infeksi COVID-19 yang menghancurkan dan kini Majelis Nasional kembali membuka perdebatan untuk mencari persetujuan tawaran dari Berlin.
Dilansir dari Reuters, Frans Kapofi yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Namibia mengakui bahwa kesepakatan dengan Jerman tidak memenuhi harapan masyarakat yang terkena dampak, tetapi mengatakan negosiasi berlangsung alot.
Kapofi yang berasal dari partai SWAPO, partai yang berkuasa, mengatakan tujuan utama pemerintah adalah untuk mendapatkan pengakuan dari Jerman bahwa pasukan kekaisarannya telah melakukan genosida.