Ilustrasi Pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)
Melansir dari Associated Press, penyelidikan di Libya ini menunjukkan penjaga pantai Libya yang dilatih Uni Eropa untuk mencegah migran melintasi mediterania telah melakukan pelanggaran kemanusian. Tempat penampungan migran dituduh telah melakukan penyiksaan dan kekerasan seksual.
Negara tersebut sering menjadi tempat transit para migran dari Afrika dan Timur Tengah yang ingin menuju Eropa untuk mengupayakan kehidupan yang lebih baik. Laporan itu menyampaikan Libya sejak 2016 telah mencegat 87 ribu migran, termasuk sekitar 7 ribu orang yang saat ini berada di penampungan yang dikelola oleh Departemen Pemberantasan Migrasi Ilegal.
Chaloka Beyani, seorang profesor hukum London School of Economics dari Zambia dan pakar hak asasi manusia PBB, yang terlibat dalam penyelidikan ini mengatakan kebijakan untuk mencegah para migran menuju Eropa telah berubah menjadi tindakan kekerasan.
Sehari sebelum laporan ini dirilis, Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB telah merilis sebuah laporan yang menunjukkan Libya pada hari Jumat telah melakukan tindakan keras pada migran dengan menahan 5.152 migran di kota Gargaresh, Libya barat. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat.
Pihak berwenang telah mendistribusikan para migran ke pusat-pusat penampungan di ibu kota Tripoli, yang setidaknya ada 4.187 migran, termasuk 511 wanita dan 60 anak-anak, dikirim ke satu tempat yang menampung migran, tapi fasilitas itu diperkirakan telah melebihi kapasitas.