Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustarsi gunung McKinley (unsplash.com/whosdustin)

Jakarta, IDN Times - Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk mengubah nama puncak tertinggi Amerika Utara dari Denali menjadi McKinley memicu reaksi dari penduduk asli Alaska dan anggota parlemen Alaska, termasuk dari politisi Partai Republik.

Perubahan tersebut telah disetujui Trump dengan menandatangani perintah eksekutif pada hari pertamanya menjabat sebagai presiden, yang telah ia janjikan selama kampenya untuk menghormati William McKinley sebagai presiden ke-25.

Perubahan tersebut telah menghapus keputusan Barack Obama selama menjabat sebagai presiden pada 2015, yang ia tujukan sebagai bentuk pengakuan terhadap pentingnya Denali bagi penduduk asli Alaska. 

1. Rasa kecewa dirasakan penduduk asli Alaska dan partai republik

Setidaknya 54 persen dari 1.000 orang berusia 18 tahun ke atas menentang keputusan Trump, menurut Alaska Survey Research. Penolakan juga datang dari 37 persen pendukung Trump, meskipun Alaska dikenal sebagai negara bagian yang mendukung Partai Republik.

"Menurut saya, nama itu harus tetap Gunung Denali. Nama itu sangat penting bagi budaya Pribumi dan seharusnya nama itu yang digunakan. Menurut saya (Trump) tidak boleh menggantinya," kata Jake Partie, salah seorang responden. 

Selain itu, penolakan juga datang dari dua senator AS Partai Republik asal Alaska, Lisa Murkowski dan Dan Sullivan. Keduanya bersepakat bahwa nama gunung itu telah dikenal sejak ribuan tahun lalu oleh suku Athabascan Koyulon dan harus tetap seperti itu.

Dilansir AP News, Gunung Denali yang memiliki tinggi 6.190 meter berasal dari kata Athabascan yang berarti 'yang tinggi atau agung', terletak di Taman Nasional dan Cagar Alam Denali. Peresmian nama gunung McKinley bermula pada 1917 sebagai penghormatan terhadap terpilihnya McKinley sebagai Presiden AS, dan butuh bertahun-tahun bagi penduduk asli Alaska untuk mengubahnya kembali.

2. Keturunan McKinley bergembira atas keputusan Trump

Editorial Team

EditorRama

Tonton lebih seru di