Bendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Ian Taylor)
UNAids, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadvokasi aksi global terhadap HIV dan AIDS, mengatakan aturan sebelumnya memicu diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+ Namibia di fasilitas kesehatan. Organisasi itu meyakini keputusan pengadilan akan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan tes dan pengobatan HIV.
“Dengan mendekriminalisasi hubungan sesama jenis, Namibia menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi komunitas LGBTQ+,” kata Anne Githuku-Shongwe, direktur regional UNAids untuk Afrika Timur dan Selatan, dilansir dari The Guardian.
Dalam survei pan-Afrika terhadap 34 negara yang dilakukan antara tahun 2019 dan 2021, Namibia menempati peringkat ketiga sebagai negara paling toleran terhadap pertanyaan tentang perasaan masyarakat jika memiliki tetangga yang gay. Sekitar 64 persen responden mengatakan mereka suka atau tidak peduli dengan hal tersebut.
Namun, dua kasus di pengadilan tingkat tinggi telah memicu reaksi keras dari kaum konservatif. Mahkamah Agung Namibia pada Maret tahun lalu membatalkan putusan pengadilan lebih rendah yang memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak dari pasangan gay yang lahir melalui ibu pengganti di luar negeri. Pada Mei 2023, pengadilan mengakui pernikahan sesama jenis yang dilakukan di luar negeri antara warga Namibia dan warga asing.
Parlemen Namibia telah menyetujui undang-undang yang mendefinisikan pernikahan sebagai orang-orang yang berbeda jenis kelamin, tapi aturan belum diterapkan karena masih butuh tanda tangan presiden. Kelompok Equal Namibia mengatakan, sejak aturan tersebut disetujui, kejahatan kebencian meningkat, enam orang LGBTQ+ di Namibia telah dibunuh.