Dilansir The National News, kasus Nadine K ini termasuk di antara beberapa kasus di Jerman yang melibatkan perempuan yang melakukan perjalanan ke wilayah yang dikuasai ISIS. Wanita Jerman lainnya, seorang mualaf dihukum pada 2021, ia bersama suaminya memperbudak anak perempuan Yazidi berusia lima tahun sampai mati kehausan.
Jerman diyakini sebagai negara penampung diaspora Yazidi terbesar di dunia, dan secara resmi mengakui genosida Yazidi pada awal tahun ini. Parlemen negara itu telah secara aktif mengejar kasus-kasus yang melibatkan kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Yazidi, menempatkan penekanan penting pada keadilan bagi minoritas tersebut, yang kepercayaan agama berakar pada agama Kristen, Yudaisme, Islam, dan Manicheanisme. Yazidi adalah anggota minoritas agama Kurdi yang ditemukan terutama di Irak utara, Turki tenggara, Suriah utara, wilayah Kaukasus, dan sebagian wilayah Iran. Agama Yazidi mencakup unsur-unsur agama Iran kuno serta unsur Yudaisme, Kristen Nestorian, dan Islam.
Tim penyelidik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melakukan investigasi intensif juga menyimpulkan bahwa ada bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa genosida telah dilakukan.
Pada 2014, ISIS merebut sebagian besar Irak dan Suriah, yang menyebabkan kematian 1.200 Yazidi dan perbudakan terhadap hampir 12 ribu perempuan dan anak perempuan. Sebagian besar minoritas Yazidi di Irak, sekitar 550 ribu terpaksa meninggalkan rumah mereka, terutama di daerah Gunung Sinjar. Para wanita ini ditawan oleh ISIS di Irak dan Suriah, mereka disiksa, diperkosa, dan mengalami kerja paksa.