Pelancong menggunakan pakaian pelindung saat berada di Bandara Internasional Tianhe Wuhan, Tiongkok, setelah masa karantina berakhir, pada 10 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Tak hanya Jepang yang dibayangi perceraian, tapi juga Tiongkok. Dengan langkah ekstrem pemerintah untuk memberlakukan lockdown total di sejumlah kawasan, pergerakan masing-masing orang semakin terbatas dengan kekhawatiran harus menghadapi ancaman hukuman keras jika melanggar.
Salah satu istri yang tinggal di Provinsi Guangdong mengaku kepada Bloomberg bahwa dua bulan karantina dengan suaminya di rumah mengakibatkan adu mulut berkepanjangan. Masalahnya mulai dari finansial hingga waktu mengurus rumah serta anak yang tidak seimbang antara dirinya dan suami.
"Dia tukang buat onar di rumah," kata perempuan tersebut. "Saya tak tahan lagi. Kami sepakat untuk bercerai, dan hal berikutnya adalah mencari pengacara," tambahnya. Berdasarkan laporan di situs resmi pemerintah, para staf di Provinsi Hunan "bahkan tidak punya waktu minum air" karena banyaknya pasangan yang mengajukan gugatan cerai pada pertengahan Maret.
"Persoalan sepele dalam hidup berakhir dengan eskalasi konflik, dan komunikasi yang buruk menyebabkan semua orang kecewa terhadap pernikahan mereka dan membuat keputusan untuk bercerai," kata Yi Xiaoyan, kepala instansi pencatatan perceraian setempat.