Masyarakat Huancabamba yang dulunya menjadi korban sterilisasi paksa. twitter.com/QuipuProject/
Melansir dari El Pais, salah seorang korban bernama Aurelia Paccohuanca Florez mengungkapkan jika ini merupakan keputusan yang sangat cemerlang, karena mayoritas korban tidak bisa berbahasa Spanyol. Sementara pihak persekutor melaporkan pada Kantor Ombudsman atas sterilisasi paksa dan menuding kebijakan keluarga berencana Fujimori hanya ditujukan bagi perempuan pribumi, miskin dan tinggal di pedesaan yang tak memiliki akses pendidikan.
Bahkan Paccohuanca Florez juga mengungkapkan apabila, "Kami senang bahwa persekutor berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Sudah beberapa kali kami pergi ke Kantor Persekutor Publik, Kantor Ombudsman, Kementerian Perempuan. Kami sudah melakukan protes di Lima dan saya juga pernah pergi ke Amerika Serikat untuk menunjukkan kasus ini."
Namun ia juga mengakui apabila ketegasannya selama ini untuk menerangkan bukti kasus sterilisasi tersebut menjadi penghambat. Selama ini ia mengalami trauma sehingga tidak ingin mengingat kembali kejadian yang membuatnya tersakiti dan sedih.